Pemerintah Perbaiki Sistem Agar Siswa Tak Biasa Menyontek

5 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta -- Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti mengatakan praktik menyontek di sekolah dan kampus masih tinggi sebagaimana temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan 2024. Menurut dia, fenomena tersebut sebagai cerminan dari sistem pendidikan yang terlalu berorientasi pada nilai akademik semata.

Kementerian Pendidikan menyatakan, akan memperbaiki pendekatan pembelajaran agar para siswa tidak hanya mengejar nilai akademik. "Kami juga memperkuat nilai-nilai pendidikan dan integritas,” ujar Abdul Mu’ti dalam keterangan pers SPI Pendidikan 2024 di Gedung KPK, Jakarta, Kamis, 24 April 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menteri Mu’ti menjelaskan pendekatan baru tersebut sejatinya sudah mulai diterapkan dalam pelatihan guru dan penguatan bimbingan konseling di sekolah. Menurut dia, pendidikan seharusnya tidak hanya mengukur capaian kognitif, tapi juga membentuk karakter siswa.

Langkah ini penting karena survei terbaru SPI Pendidikan 2024 menunjukkan 43 persen siswa dan 58 persen mahasiswa masih melakukan praktik menyontek. Plagiarisme dan ketidakdisiplinan akademik pun disebut masih menjadi persoalan sistemik.

KPK mencatat masih tingginya praktik ketidakjujuran akademik, gratifikasi, hingga penyimpangan dalam pengelolaan dana pendidikan. “Pelaksanaan SPI Pendidikan 2024 melibatkan 36.888 satuan pendidikan dan 449.865 responden dari seluruh Indonesia,” ujar Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana dalam paparannya di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Kamis, 24 April 2025.

Hasil survei menunjukkan, praktik menyontek masih terjadi di 78 persen sekolah dan 98 persen kampus. Kasus plagiarisme juga ditemukan di 43 persen kampus dan 6 persen sekolah. Selain itu, ketidakdisiplinan menjadi persoalan serius, dengan 84 persen mahasiswa dan 45 persen siswa mengaku sering datang terlambat.

Tak hanya peserta didik, perilaku serupa juga terjadi pada pendidik. Sebanyak 96 persen mahasiswa menyebut dosennya kerap terlambat, dan 69 persen siswa menyatakan hal yang sama. Lebih parah lagi, sebanyak 96 persen kampus dan 64 persen sekolah masih mendapati dosen atau guru yang tidak hadir tanpa alasan jelas.“Temuan ini menunjukkan integritas pendidik menjadi tantangan besar,” ujar Wawan.

Dalam aspek gratifikasi, sebanyak 30 persen guru dan dosen, serta 18 persen kepala sekolah atau rektor, masih menganggap wajar menerima hadiah dari siswa atau wali murid. Di 60 persen sekolah, kebiasaan orang tua memberikan bingkisan saat hari raya atau kenaikan kelas masih berlangsung.

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |