TEMPO.CO, Jakarta - Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin, buron kasus korupsi e-KTP, menulis surat kepada Tempo dan tiga media lainnya. Surat itu ditulis tangan oleh Direktur PT Sandipala Arthaputra itu dengan bahasa Inggris. Apa isinya?
"Saya menulis surat ini dari Penjara Changi, tempat saya saat ini ditahan atas permintaan otoritas Indonesia untuk ekstradisi ke Indonesia," kata Paulus dalam surat berwarkat 17 April 2025 itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Paulus mengatakan dia telah bersurat kepada Presiden Prabowo Subianto. "Bahwa saya akan dengan sukarela kembali ke Indonesia untuk menghadapi semua tuntutan," ujarnya.
Namun dirinya sukarela dipulangkan ke Indonesia asalkan proses hukum berjalan dengan adil. Selain itu, ia juga meminta proses hukumnya dilakukan oleh hakim berintegritas tinggi dan bebas dari korupsi. "Di masa lalu, ada banyak kasus pengadilan yang telah menyebabkan prasangka serius terhadap saya dan keluarga saya," kata Paulus.
Wacana memulangkan Paulus Tannos dari Singapura lewat ekstradisi mengemuka sejak akhir Januari 2025. Hingga kini, proses pembicaraan ihwal ekstradisi tersebut masih berlangsung.
Terbaru, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengatakan ada permintaan dokumen tambahan oleh Otoritas Singapura untuk proses ekstradisi Paulus Tannos. Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto, saat dikonfirmasi pada 15 April 2025, menyebut dokumen yang dimaksud adalah affidavit tambahan.
Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum Widodo mengatakan, sidang mengenai ekstradisi Paulus Tannos di Singapura direncanakan dua bulan ke depan. “Diprediksi sidangnya itu bulan Juni,” ucapnya, dinukil dari Antara, Rabu, 16 April 2025.
Ia menjelaskan, sidang pendahuluan (committal hearing) mengenai kelayakan ekstradisi Paulus Tannos akan berlangsung pada 23 hingga 25 Juni 2025. “Kami berharap, kalau dari pihak mereka tidak ada perlawanan dan bisa menerima, segera. Langsung penetapan (ekstradisi) cepat,” tuturnya.
Menurut Widodo, pemerintah Indonesia tidak bisa campur tangan karena kelayakan ekstradisi sudah menyangkut yurisdiksi hukum nasional Singapura. Sehingga, pemerintah Indonesia hanya menunggu hasil putusan persidangan di Singapura.
Ia pun tidak mengetahui jarak waktu antara putusan dan eksekusi ekstradisi. Kendati demikian, Widodo yakin Pemerintah Singapura akan membantu proses ekstradisi tersebut. Ini lantaran ada perjanjian bantuan hukum timbal balik (MLA) yang dijalin dengan Indonesia.
Di sisi lain, dia menjelaskan, saat ini Pemerintah Indonesia sedang melengkapi dokumen tambahan yang diminta Kamar Jaksa Agung Singapura (AGC). Dokumen tersebut terkait dengan bukti-bukti yang berhubungan dengan perkara Paulus Tannos di Indonesia.
“Semua dokumen sudah masuk, sudah lengkap, tapi kan ada beberapa hal yang perlu mungkin penekanan dari beberapa alat bukti, ya, terkait dengan affidavit-nya dan lain sebagainya,” kata Widodo.