Panglima AD Israel: Rencana Netanyahu untuk Gaza Tidak Jelas

4 hours ago 6

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Panglima Angkatan Darat Israel Eyal Zamir mengatakan kepada anggota parlemen di Knesset bahwa ia belum menerima instruksi yang jelas dari Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengenai masa depan Gaza.

Hal itu menimbulkan kekhawatiran mendalam tentang kesiapan militer Israel saat negara itu melancarkan serangan besar-besaran ke Kota Gaza.

Dalam pengarahan kepada Subkomite Intelijen Knesset pada hari Jumat, Zamir dilaporkan mengakui, "Perdana menteri tidak memberi tahu kami apa yang akan terjadi selanjutnya. Kami tidak tahu apa yang sedang kami persiapkan," sebutnya, dilansir Days of Palestine, Senin.

"Jika mereka menginginkan pemerintahan militer, mereka harus mengatakan pemerintahan militer,” menurut Yedioth Ahronoth.

Subkomite Intelijen, bagian dari Komite Urusan Luar Negeri dan Pertahanan, dianggap sebagai salah satu badan Knesset yang paling tertutup.

Zamir juga mengkritik Yayasan Kemanusiaan Gaza yang didukung AS, yang mengelola distribusi bantuan melalui pusat-pusat lokal.

Ia menyebut program tersebut "gagal", mempertanyakan keputusan untuk memperluas operasinya dari empat pusat menjadi dua belas meskipun kinerjanya buruk.

Saat ditanya potensi blokade setelah evakuasi warga sipil, Zamir mencatat bahwa bantuan kemanusiaan harus terus masuk ke Gaza “selama warga sipil masih berada di sana, sesuai dengan hukum internasional.”

Panglima Angkatan Darat telah berulang kali memperingatkan bahwa ketiadaan keputusan politik yang jelas berisiko menyeret militer untuk menguasai sebagian besar wilayah Gaza.

Dalam sidang kabinet sebelumnya, ia memperingatkan operasi yang sedang berlangsung pada akhirnya dapat memaksa pasukan Israel masuk ke kamp-kamp pengungsi utama, yang secara efektif menempatkan wilayah itu di bawah kekuasaan militer, sebuah skenario yang tidak diinginkan militer.

Dalam rapat keamanan tertutup pada hari Ahad, Zamir memberi tahu para pemimpin politik bahwa, terlepas dari pendudukan Israel atas Kota Gaza, Hamas tidak dapat sepenuhnya dikalahkan secara politik maupun militer, menurut Channel 12 Israel.

Ia menambahkan bahwa perebutan kota tersebut bisa memakan waktu hingga enam bulan, sementara proses "pembersihannya" kemungkinan akan berlangsung lebih lama lagi.

Pertemuan yang sama, yang dipimpin Netanyahu, juga membahas nasib para tahanan Israel yang ditahan di Gaza dan bagaimana Israel akan merespons jika Hamas mengeksekusi para tawanan selama serangan tersebut.

Meski telah berulang kali diperingatkan tentang bahaya membahayakan nyawa mereka, pemerintah Israel tetap melanjutkan penghancuran seluruh permukiman di Kota Gaza sebagai bagian perluasan serangan daratnya.

PBB Akan Gelar Rapat Darurat Paska Serangan ke Qatar

Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa mengumumkan pada Senin, mereka akan mengadakan rapat darurat pada hari Selasa membahas serangan Israel terhadap Qatar, yang menargetkan para pemimpin Hamas di ibu kota, Doha, pada tanggal 9 September 2025.

Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menggambarkan serangan itu sebagai “pelanggaran berat terhadap hukum dan norma internasional serta ancaman serius terhadap keamanan Qatar dan kawasan.”

Dalam panggilan telepon dengan Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, Kamis lalu, Guterres menyatakan keprihatinan dan solidaritas yang mendalam terhadap Doha.

Serta mendesak masyarakat internasional untuk berupaya mencapai gencatan senjata yang langgeng di Gaza "ketimbang menghancurkan jalan menuju gencatan senjata tersebut," menurut Kantor Berita Resmi Qatar, QNA.

Pada hari sama, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan pernyataan pers yang mengecam serangan terhadap Doha, meskipun tidak secara langsung menyebut Israel.

Pernyataan yang disusun Inggris dan Prancis setelah berkonsultasi dengan Qatar ini menyesalkan jatuhnya korban sipil, menekankan pentingnya de-eskalasi, dan menegaskan kembali dukungan terhadap kedaulatan dan integritas teritorial Qatar.

Dewan Keamanan juga menyoroti peran penting Doha sebagai mediator dalam negosiasi regional bersama Mesir dan Amerika Serikat.

Eskalasi terjadi setelah Israel mengonfirmasi pada hari Selasa bahwa militernya telah melancarkan serangan udara di ibu kota Qatar, yang diklaim menargetkan para pemimpin Hamas.

Serangan tersebut menewaskan enam orang, termasuk anggota pasukan keamanan internal Qatar.

Qatar membalas dengan mengutuk apa yang disebutnya sebagai "serangan pengecut dan kriminal" terhadap kompleks perumahan di Doha yang menampung anggota Biro Politik Hamas.

Pihak berwenang di Doha mengutuk serangan tersebut sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional dan ancaman langsung terhadap keselamatan warga Qatar dan penduduk setempat.

Beberapa hari setelah serangan tersebut, suara-suara dari negara-negara Arab dan internasional turut mengecam keras tindakan Israel.

Serangan tersebut secara luas dipandang sebagai serangan tidak hanya terhadap kedaulatan Qatar tetapi juga terhadap perannya sebagai mediator kunci dalam negosiasi yang bertujuan menghentikan perang yang menghancurkan di Gaza.

Mila

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |