Pakar Forensik Digital Ragukan Hasil Analisis Rismon

8 hours ago 3

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar forensik digital Muhammad Nuh Al-Azhar meragukan kepakaran Rismon Hasiholan Sianipar dalam bidang forensik digital. Dia menanggapi hasil analisis Rismon terkait kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin di Jakarta beberapa tahun lalu.

Menurut Nuh, Rismon tidak memiliki keterikatan dengan komunitas profesional yang diakui. Dia menyebut, sebagaimana profesi lain, seorang ahli seharusnya memiliki komunitas atau asosiasi resmi sebagai bentuk legitimasi dan kredibilitas keahlian.

"Oke, kita ngomong digital forensik. Anggap saja praktisi, ahli, atau apa pun. Ada komunitasnya, (yaitu) AFDI (Asosiasi Forensik Digital Indonesia)," ucap Nuh kepada awak media di Jakarta, Rabu (15/10/2025).

Menurut dia, seluruh materi yang dipermasalahkan Rismon sudah pernah dijelaskan di persidangan. Termasuk pula, perbedaan jumlah frame, tampilan hitam putih, hingga aplikasi yang digunakan dalam analisis digital forensik.

"Bahkan di PN (Pengadilan Negeri) Jakarta Pusat pada persidangan pertama, saya sudah datang diminta sama Majelis Hakim untuk konfrontasi dengan Rismon. Tapi begitu saya datang, Rismon tidak mau, alasannya ini sesi mereka," ucap Nuh.

Dia menyampaikan, tidak keberatan jika dilakukan pemeriksaan ulang, karena yakin hasilnya akan tetap sama. Namun ketika itu, Rismon justru tidak mau dengan alasan membutuhkan waktu yang lama. Padahal sebelumnya, Rismon meminta adanya pemeriksaan ulang.

"Kalau dua ditambah tiga (hasilnya) lima mau di mana pun akan lima, tidak akan berubah. Kan ada namanya apple to apple. Bahan uji sama, metode uji sama, peralatan uji sama, maka harusnya hasilnya akan sama," ucap Nuh di acara Cyber Security and Forensic Summit 2025, Jakarta.

Dia juga menyinggung terkait perubahan display aspect ratio rekaman CCTV yang dijadikan bukti dalam persidangan oleh Rismon. Pasalnya, Rismon menganalisis setiap gerakan Jessica berdasarkan rekaman CCTV yang beredar di Youtube.

"Jadi dia ambil dari Youtube, kemudian dia tampilkan di depan persidangan itu, display aspect ratio-nya satu banding satu. Padahal sesungguhnya display aspect ratio rekaman CCTV adalah lima banding tiga. Jadi lima banding tiga, dia ubah menjadi satu banding satu, semua orang yang ada di sana (video) jadi lonjong, karena merapat," ucap Nuh.

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |