Nelayan Mengeluh, Dosen IPB Jelaskan Dampak Perubahan Iklim terhadap Stok Ikan di Lautan

8 hours ago 4

TEMPO.CO, Jakarta - Pakar Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim IPB University, Perdinan, mengatakan perubahan iklim turut memengaruhi ekosistem laut dan stok ikan di lautan. Hal ini, akibatnya memengaruhi Indonesia yang kaya akan sumber daya pesisir, seperti terumbu karang, lamun, dan pantai, yang memiliki nilai ekonomi tinggi.

“Perubahan iklim dapat mengganggu ketahanan dan hasil tangkapan ikan, serta memengaruhi komunitas pesisir, karena dapat menurunkan produktivitas perairan,” ujarnya dikutip dari siaran pers, Sabtu, 26 April 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dosen Departemen Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB University ini mengatakan salah satu dampak perubahan iklim bagi ekosistem laut adalah penurunan kadar klorofil A yang berperan penting dalam kelimpahan ikan.

Dia juga menggarisbawahi pentingnya pemahaman tentang perubahan pola cuaca, seperti fenomena El Niño dan La Niña. Fenomena alam ini dapat mempengaruhi pergerakan ikan ke perairan yang lebih dalam dan menjauh dari pantai. 

Perdinan menekankan pentingnya kebijakan yang mendukung kelestarian sumber daya laut dan pengelolaan yang berkelanjutan. Salah satu upaya yang sedang dijalankan adalah Payment for Ecosystem Services, yang memungkinkan nelayan mendapatkan insentif dari pengelolaan ekosistem pesisir secara berkelanjutan. 

“Untuk itu, penting bagi kita memiliki informasi yang akurat tentang jumlah stok ikan dan kondisi ekosistem laut. Dengan kebijakan yang tepat, kita dapat memanfaatkan perubahan iklim untuk mendukung sektor perikanan dan mengembangkan industri turunan dari produk perikanan,” ujarnya.

Salah satu nelayan kecil di Maluku, La Tohia, menyampaikan keluhannya terkait kesenjangan yang masih harus dihadapi nelayan di wilayahnya, salah satunya terkait bahan bakar minyak (BBM) subsidi. “Keterbatasan akses BBM bersubsidi sangat memengaruhi keberlangsungan usaha penangkapan ikan nelayan kecil,” kata dia. 

Ia mengungkap, dengan ukuran kapal satu gross ton (GT) para nelayan harus berlayar jauh demi mendapatkan tangkapan yang layak. Sementara kebijakan pemerintah terkait BBM bersubsidi dianggap belum mengakomodasi kebutuhan riil di lapangan.

“Kami sering kali harus mencari ikan di zona tangkap yang jaraknya bisa mencapai 30 hingga 40 mil laut. Sementara untuk mendapatkan insentif atau nilai jual yang layak, kebijakan pemerintah menetapkan ukuran tangkapan di atas 12 GT. Ini tentu tidak sesuai dengan realitas kami di lapangan,” ungkapnya.

La Tohia berharap pemerintah dapat menyusun kebijakan yang lebih inklusif dan berpihak pada nelayan kecil, terutama di wilayah-wilayah kepulauan seperti Maluku, yang memiliki karakteristik geografis dan tantangan logistik yang berbeda dibandingkan daerah lain di Indonesia.

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |