Ada Jajanan Anak Mengandung Babi? Mengenal Jajanan Pasar Sebagai Alternatif

7 hours ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Baru-baru ini, masyarakat Indonesia dikejutkan oleh temuan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bersama Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) terkait sembilan produk jajanan anak yang ternyata mengandung unsur babi (porcine).

Ironisnya, produk-produk tersebut banyak beredar di toko daring maupun toko ritel dengan label halal palsu. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut kejadian ini sebagai bentuk penipuan terhadap konsumen, terutama anak-anak yang menjadi target utama produk tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra, menegaskan bahwa pencantuman logo halal yang sembarangan merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal serta Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2024.

Ia juga menyinggung Pasal 8 UU Perlindungan Konsumen yang melarang pelaku usaha memperdagangkan barang tidak sesuai label. Jika terbukti melanggar, pelaku usaha dapat dipidana hingga lima tahun atau denda maksimal Rp 2 miliar.

Lebih dari sekadar label, Jasra mengingatkan bahwa konsumsi produk-produk bermasalah tersebut juga dapat berdampak negatif terhadap kesehatan anak. Kandungan gelatin babi, gula tinggi, serta bahan sintetis bisa memicu obesitas, gangguan metabolisme, hingga reaksi alergi.

Kondisi ini tentu membuat banyak orang tua resah dan semakin waspada dalam memilih jajanan untuk anak-anak mereka. Di tengah kekhawatiran ini, jajanan pasar tradisional hadir sebagai alternatif yang lebih terjamin.

Dibuat dari bahan-bahan lokal, tanpa gelatin hewani, dan diwariskan turun-temurun, jajanan pasar tak hanya nikmat, tapi juga lebih selaras dengan nilai budaya dan kehalalan yang diyakini masyarakat Indonesia.

Mengenal Jajanan Pasar

Jajanan pasar merupakan sebutan bagi berbagai jenis makanan ringan tradisional yang dulu dijual di pasar-pasar tradisional. Dibuat dari bahan sederhana dan teknik khas lokal, jajanan pasar merepresentasikan kekayaan kuliner nusantara.

Seiring berkembangnya zaman, jajanan pasar juga mulai dijual di toko modern, meski dengan tampilan dan rasa yang sudah dimodifikasi sehingga lambat laun mengikis keasliannya. Dalam dokumen Jajanan Pasar Khas Yogyakarta karya Redy Kuswanto, disebutkan bahwa keberadaan jajanan pasar memiliki peran penting dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia.

Tak hanya dijadikan camilan, makanan ini juga disajikan dalam acara adat, hajatan, hingga kenduri. Sayangnya, kini jajanan pasar mulai terpinggirkan di tengah gempuran makanan modern dan minimnya pengetahuan generasi muda.

Ragam Jajanan Pasar

Keragaman jajanan pasar mencerminkan budaya Indonesia yang sangat luas. Dari klepon yang kenyal berisi gula merah cair, hingga onde-onde berbalut wijen, kue lapis, serabi, dan lemper, semuanya punya cerita tersendiri. Pada masa kerajaan Jawa, jajanan pasar bahkan disajikan di lingkungan keraton dan menjadi simbol kemewahan serta kreativitas kuliner.

Pengaruh budaya asing juga memperkaya jajanan pasar. Pedagang Arab dan India membawa rempah-rempah seperti cengkeh dan kapulaga, sementara era kolonial memperkenalkan vanili dan gula dari tebu.

Perpaduan budaya ini melahirkan cita rasa khas yang sulit tergantikan. Saat ini, jajanan pasar juga semakin kreatif, ada yang dikemas dalam tampilan modern, ada pula yang berinovasi dalam rasa, seperti onde-onde matcha atau kue putu isi cokelat.

Melestarikan Jajanan Tradisional

Melihat ancaman modernisasi yang terus mengikis eksistensinya, jajanan pasar perlu dilestarikan. Putusnya mata rantai informasi antar generasi menjadi penyebab utama ketidaktahuan masyarakat terhadap makanan ini.

Upaya pelestarian bisa dimulai dari rumah, ajak anak-anak mencicipi dan belajar membuat jajanan pasar. Sekolah bisa menyisipkan pelajaran kuliner tradisional dalam kurikulum.

Pemerintah daerah pun dapat menggelar festival kuliner lokal secara rutin. Langkah-langkah ini tidak hanya menjaga cita rasa khas Indonesia, tapi juga menjadi bentuk perlindungan terhadap konsumen dari produk-produk tidak halal dan berbahaya seperti yang belakangan terungkap.

Dinda Shabrina dan Dian Rahma Fika turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Penjelasan MUI Soal Label Halal di Jajanan Anak Mengandung Babi

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |