TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Anwar Abbas mendesak agar permasalahan penyajian menu non-halal oleh restoran Ayam Goreng Widuran dibawa ke jalur hakum. Anwar Abbas menilai pengakuan dari pengelola restoran yang menyajikan menu non-halal tanpa mencantumkan informasi tersebut tidak bisa dibiarkan begitu saja.
Alasannya, Anwar menyebut tindakan pengelola restoran telah melanggar Undang-Undang Jaminan Produl Halal. “Pihak penegak hukum harus memproses kasus Ayam Goreng Widuran sebagaimana mestinya,” ujar Anwar dalam keterangan resmi pada Senin, 26 Mei 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menyatakan pengelola restoran tidak bisa berdalih dengan mengatakan tak mengetahui ketentuan pencantuman informasi mengenai unsur non-halal dalam sebuah makanan. Pasalnya, UU JBH telah berlaku sejak 2014. Sementara, kata Anwar, informasi label non-halal yang dipasang oleh restoran Ayam Goreng Widuran dilakukan baru-baru ini setelah diprotes oleh masyarakat.
Oleh sebab itu, Anwar menilai ada unsur kesengajaan dari pengelola restoran yang telah beroperasi sejak tahun 1973 di Kota Solo, Jawa Tengah, tersebut. “Jika si pelaku mengatakan dia tidak tahu maka ketidaktahuan yang bersangkutan tidak akan bisa membebaskannya dari jeratan hukum,” tutur Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia itu.
Ia juga menyebut ada pembiaran yang dilakukan oleh pengelola restoran karena tak memperingatkan konsumen muslim ketika menikmati Ayam Goreng Widuran. Bila restoran berniat transparan terhadap status non-halal tersebut, Anwar berujar semestinya pengelola mengatakan secara jelas kepada konsumen yang mengenakan atribut Islam, misalnya perempuan yang berhijab. “Tetapi ternyata hal itu tidak terjadi.”
Anwar mengungkapkan kekecewaannya dan mendesak polisi untuk mengusut kasus ini. Dia mewanti-wanti agar polisi tidak terperdaya dengan dalih ketidaktahuan pengelola restoran. “Bagi para penegak hukum ketidaktahuan pelaku terhadap hukum tidak dapat menjadi alasan untuk membebaskan seseorang dari tanggung jawab hukum,” ujar Anwar.
Ahli ekonomi Islam itu menegaskan, proses hukum akan menjadi pembelajaran berharga bagi pengelola restoran sekaligus menjadi peringatan agar tidak terulang kejadian serupa. Anwar juga ingin masyarakat mendapatkan haknya yang dilindungi oleh undang-undang. “(Sehingga) terciptanya ketertiban, keadilan dan kemaslahatan dalam masyarakat,” ucap dia.
Sebelumnya, pengelola restoran Ayam Goreng Widuran mengumumkan bahwa mereka menjual produk non-halal setelah beroperasi selama 52 tahun. Pengumuman ini disampaikan di sosial media @ayamgorengwiduransolo pada Jumat, 23 Mei 2025.
Dalam pemberitahuan tersebut, pengelola menyampaikan permohonan maaf sekaligus menyatakan telah mencantumkan keterangan non-halal di seluruh outlet mereka. “Kami berharap masyarakat dapat memberi kami ruang untuk memperbaiki dan membenahi semuanya dengan itikad baik,” tulis pemberitahuan tersebut.
Selain sudah mencantumkan label non-halal di outlet mereka, keterangan non-halal juga dicantumkan di keterangan google map. Tempo masih berupaya menghubungi pengelola Ayam Goreng Widuran Solo melalui kontak yang tertera di akun media sosial @ayamgorengwiduransolo. Panggilan dan pesan yang ditujukan ke nomor tersebut terhubung, namun belum ada respons.
Ayam Goreng Widuran berlokasi di Jalan Sutan Sjahrir Nomor 71, Kepatihan Kulon, Kecamatan Jebres, Solo. Menu andalannya yaitu ayam goreng kampung dengan bumbu kremes. Menurut pegawai bernama Ranto, ayam goreng itu sendiri halal. Sementara menu yang viral disebut non-halal tersebut merupakan kremes ayam goreng.
Pencantuman keterangan non-halal sudah dilakukan beberapa hari yang lalu. Kebanyakan pelanggan sejak dulu memang nonmuslim,” kata Ranto kepada wartawan, Ahad, 25 Mei 2025.
Nandito Putra dan Septia Ryanthie berkontribusi dalam penulisan artikel ini.