Lika Liku Mahasiswa RI di Al Azhar Kairo: Pilih Kerja Sampingan atau Sibuk Belajar

10 hours ago 5

REPUBLIKA.CO.ID, Setiap Sabtu malam, Muhammad Ichsan (22 tahun), sibuk di dapur kedai Aura Malaysia yang berada di sudut Kota Kairo. Mahasiswa tingkat tiga Jurusan Tafsir Alquran Fakultas Ushuluddin ini sudah setahun belakangan menjadi koki di rumah makan Melayu itu. Dia mesti menyiapkan beragam menu seperti Nasi Lemak Ayam Goreng, Nasi Ayam Masak Merah, Mie Bandung, hingga Laksa. 

Ichsan menjadi koki tiga malam dalam sepekan. Selain Sabtu, dia memilih bekerja sampingan pada Ahad dan Selasa. Dalam tujuh hari, dia bekerja sekitar delapan jam. Upah yang didapatkannya sekitar 600 Pon Mesir (1 Pon=Rp 347) per pekan. Jumlahnya akan meningkat manakala dia menambah hari kerja. “Bisa dapat 600 hingga 1000 Le (Pon Mesir),”ujar Ichsan saat berbincang dengan Republika di Jakarta melalui sambungan telepon beberapa waktu lalu. 

Mahasiswa kelahiran Pandeglang, Banten, ini merasa berkewajiban untuk mencari pekerjaan sampingan. Sedikit gaji yang didapatkan Ichsan tersebut dimanfaatkan untuk menambal biaya hidupnya selama merantau di Kairo. Meski sudah mendapat beasiswa dari sebuah masjid tempatnya mondok di Bogor, dia mengaku nominalnya tidak cukup. Selain itu,  Ihsan yang menjadi yatim sejak 2011 ini ingin mengirim sedikit uang buat ibunda yang hanya tinggal berdua dengan adik bungsunya di Tanah Air. Sebenarnya saya dibantu beasiswa, tapi pengen ngirim sedikit-sedikit buat ibu di kampung,”kata dia.

Ichsan mengaku bisa mengatur waktu kuliah dengan aktivitas lainnya. Dari tiga hari waktu bekerja, hanya Sabtu yang beririsan dengan perkuliahan. Terlebih, sistem belajar mengajar di Universitas Al Azhar tidak mewajibkan mahasiswa untuk belajar tatap muka. Tidak ada absensi yang diwajibkan untuk diisi bagi mahasiswa yang menghadiri kelas.

Longgarnya aturan di Al Azhar dimanfaatkan banyak mahasiswa Indonesia untuk berwirausaha atau mencari pekerjaan sampingan. Ichsan pun mengungkapkan banyak diantara mereka, terlebih yang berdomisili di Distrik Al Darrasah, tempatnya tinggal, bekerja di restoran dan rumah makan. “Di Darrasah ada mulai dari makanan indonesia, melayu, padang, mie bakso, mie (mirip) Gacoan aja ada, dan memang rasanya sama banget. Namanya Mie Yami,”kata dia. 

Selain rumah makan, pekerjaan lain yang digeluti mahasiswa Indonesia bervariasi. Ihsan mengungkapkan, ada mahasiswa yang bekerja sebagai tukang cukur, bisnis jual beli pulsa, servis handphone, bisnis bagasi, driver, money changer, hingga jasa muthowif. “Kalau kata Syekh Ahmad Thayyib (Grand Syekh Al Azhar),  darosah ini sudah dijajah oleh Indonesia,”tambah dia. 

Ichsan merasa aktivitasnya mencari pundi tambahan tak mengorbankan akademiknya. Dia bisa tetap mengikuti perkuliahan setiap Sabtu-Ahad-Senin. Di luar aktivitasnya bekerja dan kuliah, Ichsan bahkan masih mampu untuk memperdalam ilmu melalui pengajian para syekh. Dia juga belajar kepada para senior dalam memahami ujian di Al Azhar. “Karena memang sulit banget ujian Al Azhar. Baru kita lihat,  enggak ada di pondok ujian kayak gini. Tapi alhamdulillah saya dibantu senior-senior,”kata dia. 

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |