TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil beberapa mantan petinggi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dalam penyidikan kasus korupsi pemberian fasilitas kredit. Mereka dijadwalkan menjalani pemeriksaan sebagai saksi.
"KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangan tertulis, Senin, 19 Mei 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun mantan petinggi LPEI yang dijadwalkan menjalani pemeriksaan hari ini adalah mantan Direktur Eksekutif Ngalim Sawego, mantan Direktur Pelaksana I Dwi Wahyudi, mantan Direktur Pelaksana III (Direktur Keuangan) Basuki Setyadjid, dan mantan Direktur Pelaksana IV Arif Setiawan.
Selain mereka, ada pula dari pihak swasta Wied Adi Pratomo dan Yudhi Tri Laksono. Serta pegawai LPEI Yoseph Tri Purnomosidi dan Zulmahdan.
Komisi Anti Korupsi telah menetapkan lima tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas pembiayaan dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Kelima tersangka tersebut meliputi Direktur Pelaksana I LPEI Dwi Wahyudi, Direktur Pelaksana IV LPEI Arif Setiawan, Direktur Pelaksana 4 LPEI.
Ada pula Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT Petro Energy Jimmy Masrin, Direktur Utama PT Petro Energy Newin Nugroho, dan Direktur Keuangan PT Petro Energy Susy Mira Dewi Sugiarta. Namun demikian, KPK belum menahan para tersangka karena masih melengkapi alat bukti dalam proses penyidikan perkara. Sementara kerugian negara akibat kasus korupsi itu senilai Rp 11,7 triliun.
Kasus korupsi di LPEI ini bermula dari laporan Menteri Keuangan Sri Mulyani ke Kejaksaan Agung pada Senin, 18 Maret 2024. Berdasarkan penjelasan Sri Mulyani, LPEI membentuk tim terpadu bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Jamdatun Kejaksaan Agung dan Inspektorat Jenderal Kemenkeu yang meneliti kredit-kredit bermasalah di LPEI.
Dari hasil penelitian tersebut terindikasi adanya fraud dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh empat debitur. “Jadi untuk tahap pertama Rp 2,5 triliun dengan nama debiturnya (perusahaan) RII sekitar Rp 1,8 triliun, PT SMR Rp 216 miliar, PT SRI Rp 1,44 miliar, PT BRS Rp 300,5 miliar. Jumlah keseluruhannya total Rp 2,505 triliun,” kata Jaksa Agung Burhanuddin setelah menerima kunjungan Sri Mulyani di ruang kerjanya, seperti dikutip Antara, Senin, 18 Maret 2024.
Pada 1 Februari 2024, dugaan korupsi di LPEI juga dilaporkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ke Kejaksaan Agung RI. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan investigatif ditemukan dugaan penyimpangan berindikasi tindak pidana yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam pembiayaan ekspor nasional oleh LPEI kepada debitur yang mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara sebesar Rp 81 miliar, demikian pernyataan BPK.