Kepala BNN Minta Diberi Kewenangan untuk Mengusut Penyalahgunaan Psikotropika dan Zat Adiktif

3 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Marthinus Hukom merespons percepatan revisi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dalam Rapat Kerja bersama Komisi III DPR RI, Senin, 5 Mei 2025. Salah satu alasan mendesak revisi adalah tumpang tindih kewenangan penyidikan antara BNN dan Polri yang selama ini menghambat penegakan hukum terhadap kejahatan narkotika dan zat adiktif lainnya.

“Banyak laporan masyarakat yang masuk ke BNN terkait penyalahgunaan psikotropika atau zat adiktif, tapi kami tidak bisa tindak lanjuti langsung karena itu di luar kewenangan kami,” ujar Marthinus di Gedung DPR RI, Jakarta. “Harus diserahkan ke Polri, sementara publik berharap kami langsung bisa bertindak.”

BNN hanya memiliki kewenangan penyidikan terhadap narkotika, sedangkan penyidikan psikotropika dan zat adiktif lainnya menjadi domain Polri. Marthinus menilai hal ini menciptakan celah hukum yang berdampak pada penanganan yang lambat dan tidak terpadu. Ia berharap revisi UU dapat menyatukan atau memperjelas batas kewenangan agar tidak menimbulkan kebingungan di lapangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain soal kewenangan, BNN juga menyoroti belum optimalnya pemanfaatan aset hasil tindak pidana narkotika untuk mendukung program pencegahan dan rehabilitasi. “Kami butuh dukungan regulasi agar aset bisa segera digunakan untuk menunjang kerja-kerja pemberantasan,” kata dia.

Ia juga mengeluhkan belum maksimalnya implementasi rekomendasi tim asesmen terpadu (TAT) dalam sistem peradilan. Padahal asesmen medis dan sosial sangat penting untuk menentukan apakah seseorang pengguna layak direhabilitasi atau diproses pidana. Di sisi lain, jumlah fasilitas rehabilitasi pun masih jauh dari ideal. “Baik yang dikelola pemerintah maupun masyarakat masih terbatas,” ujar Marthinus.

BNN mencatat keberhasilan operasi intelijen selama tiga pekan pada Februari 2025 yang mengungkap 14 kasus narkotika, menangkap 37 tersangka, dan menyita 1,2 ton narkotika. Operasi ini disebut berhasil mencegah kerugian ekonomi hingga Rp1 triliun dan potensi penyalahgunaan oleh 1,4 juta orang.

“Semua ini hasil kolaborasi intelijen yang kami kembangkan, baik human intelligence maupun teknologi big data,” kata Marthinus.

Meski demikian, BNN juga mengeluhkan kekurangan personel. Dari kebutuhan 21.745 posisi, baru terisi 25,8 persen. “Kami kekurangan penyidik, analis intelijen, dan agen lapangan. Ini butuh dukungan politik dan pengawasan dari DPR,” ujar dia.

Marthinus berharap revisi UU bisa mencakup penguatan kewenangan, kelembagaan, hingga strategi nasional yang terpadu. “BNN butuh ruang hukum yang memadai untuk menghadapi kejahatan narkotika yang semakin kompleks, lintas negara, dan berjejaring,” ujarnya.

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |