TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak kepolisian segera menindaklanjuti kasus dugaan kekerasan seksual terhadap dua anak perempuan di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Apalagi salah satu korban telah meninggal. Adapun kejahatan ini diduga melibatkan anggota Polres Sikka Ajun Inspektur Dua Ihwanudin Ibrahim. “Penegakan hukum harus dilakukan dengan transparan dan berkeadilan,” kata Komisioner KPAI Diyah Puspitarini, Kamis, 17 April 2025.
Menurut Diyah, laporan pidana atas kasus tersebut sudah disiapkan oleh KPAI bersama Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan (UPTD) Perempuan dan Anak (PPA) setempat. “Kasus ini akan dilaporkan setelah Paskah," ujar Diyah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Diyah menyatakan, laporan akan dibuat dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, khususnya Pasal 76C juncto Pasal 80 dan Pasal 76E juncto Pasal 81. Selain itu, Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) juga akan digunakan sebagai dasar hukum.
Diyah meminta aparat penegak hukum memastikan perlakuan yang adil dan tidak diskriminatif terhadap keluarga korban maupun saksi. “Kami minta polisi serta UPTD melakukan edukasi kepada keluarga korban dan pihak keluarga pelaku agar kooperatif dan tidak menghambat proses penyidikan nantinya,” katanya.
Dua anak perempuan berusia 15 tahun di Kabupaten Sikka menjadi korban kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh Aipda Ihwanudin Ibrahim. Salah satu korban meninggal pada November 2024 karena membakar diri. Keluarga korban menyebut anak tersebut mengalami tekanan berat akibat kekerasan seksual yang dia terima.
KPAI telah merekomendasikan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk memberikan perlindungan kepada korban maupun saksi-saksi. Diyah mengatakan negara wajib hadir melindungi anak dalam kondisi rentan. “Hak anak yang menjadi korban adalah mendapatkan perlindungan,” ujarnya.
KPAI juga sudah merekomendasikan Kementerian Sosial untuk menurunkan Pekerja Sosial (Peksos) untuk mengasesmen psikologis forensik (APSIFOR) terhadap korban. Adapun untuk pemerintah Kabupaten Sikka diminta berperan aktif memberikan edukasi kepada masyarakat menyangkut penanganan kekerasan seksual. “Pemerintah daerah harus hadir memberikan pemahaman soal TPKS kepada masyarakat,” ucap Diyah.
Kasus ini tak boleh berhenti pada klarifikasi internal kepolisian. Penegakan hukum harus berjalan untuk memberikan keadilan bagi korban dan memastikan pelaku, siapa pun itu, diproses sesuai hukum yang berlaku.
Kepolisian Resor Sikka memecat Aipda Ihwanudin Ibrahim melalui sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) yang digelar pada Jumat, 11 April 2025. Pemecatan dilakukan setelah Ihwanudin terbukti melakukan kekerasan seksual terhadap dua anak perempuan berusia 15 tahun. "Sudah disidangkan KKEP, hasil putusan komisi kode etik pemberhentian dengan tidak hormat/PTDH," kata Kapolres Sikka, Ajun Komisaris Besar Moh. Mukhson kepada Tempo, Ahad, 13 April 2025.