Kata KPU dan Komisi II DPR soal Pemilu dan Pilkada Digelar Beda Tahun

4 hours ago 3

DEWAN Perwakilan Rakyat menyatakan, hingga saat ini, belum ada keputusan resmi mengenai pembahasan revisi Undang-Undang Pemilu di DPR. Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menuturkan keputusan soal waktu dan forum pembahasan sepenuhnya berada di tangan pimpinan DPR.

“Di awal masa sidang lalu, kami sudah menghadap pimpinan DPR, dan disampaikan bahwa momentumnya belum tepat karena pemilu masih cukup lama,” kata Rifqinizamy dalam diskusi bertajuk ‘Masa Depan Demokrasi Elektoral di Indonesia’ di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 29 April 2025, seperti dikutip dari Antara.

Politikus Partai NasDem itu menyebutkan Komisi II DPR akan mengikuti sepenuhnya arahan pimpinan. Menurut dia, komisi yang antara lain membidangi kepemiluan itu tetap siap berkontribusi apabila pimpinan memutuskan RUU Pemilu dibahas di Badan Legislasi (Baleg) atau bahkan dibentuk panitia khusus (pansus). “Sebagian besar anggota Komisi II juga merupakan anggota baleg. Jadi mau di baleg atau di pansus, kami siap,” tuturnya.

Usulan Adanya Jeda Antartahapan Pemilu dan Pilkada

Dalam kesempatan itu, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Mochammad Afifuddin mengusulkan adanya jeda waktu antartahapan pemilu dan pilkada di masa mendatang.

Dia merespons padatnya jadwal penyelenggaraan Pemilu 2024 yang dinilai terlalu mepet dan membebani penyelenggara. “Kalau bisa, ada jeda waktu, karena kemarin itu beririsan banget. Belum selesai tahapan pemilu, pilpres, pileg, kita sudah bersiap pilkada,” kata Afifuddin dalam diskusi tersebut.

Afifuddin menilai Pemilu 2024 sebagai pemilu paling rumit dalam sejarah Indonesia, bahkan mungkin dalam sejarah dunia. Sebab, penyelenggaraan serentak pilpres, pileg, dan pilkada dalam tahun yang sama belum pernah terjadi sebelumnya.

Dia menyebutkan tumpang tindih tahapan menimbulkan tantangan besar, khususnya bagi penyelenggara di tingkat pusat hingga daerah. KPU harus menjalankan “beban ganda” tanpa jeda yang cukup. “Kadang orang bertanya, KPU ngapain habis ini? Padahal, tahapan pemilu itu minimal 22 bulan. Kalau lima tahun, tinggal tiga tahun untuk persiapan berikutnya,” ujarnya menjelaskan.

Untuk itu, dia menekankan pentingnya evaluasi sistemik terhadap desain waktu penyelenggaraan pemilu ke depan. Meski demikian, kata dia, KPU sebagai pelaksana tidak memiliki kewenangan mengubah desain pemilu, melainkan hanya menjalankan aturan yang telah ditetapkan dalam undang-undang.

“KPU ini pelaksana saja. Kalau undang-undangnya lebih cepat, kita bisa rumuskan lebih baik. Tapi kalau dibahas belakangan, ya kita menyesuaikan,” kata dia.

Dia berharap penyelenggaraan pemilu bisa lebih ideal dan kolaboratif, terutama dalam menghadapi berbagai dinamika lokal dan persoalan teknis di lapangan, termasuk perbedaan signifikan antara UU Pemilu dan UU Pilkada. “Pemilu kita ini berat, maka tidak bisa seakan-akan semua tugas itu hanya KPU atau Bawaslu. Harus bareng-bareng,” pungkas dia.

Respons Komisi II DPR atas Usul Pemilu dan Pilkada Digelar Beda Tahun

Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda sepakat dengan usulan agar penyelenggaraan pemilu dan pilkada dilakukan pada tahun yang berbeda. “Terkait dengan tahapan, saya sepakat. Bahwa tahapan pemilu kita, pileg, pilkada, pilpres itu minimal jedanya setahun. Minimal,” kata dia dalam diskusi tersebut. “Jadi, nanti kalau (pemilu) 2029, ya minimal pilkadanya 2030. Tahun 2031 juga tidak apa-apa.”

Dia mengungkapkan salah satu alasan pemilu dan pilkada digelar di tahun berbeda adalah untuk memberikan jeda sekaligus alasan agar penyelenggara di provinsi, kabupaten, kota menjadi permanen.

“Tetapi saya juga ingin menyampaikan di forum ini bahwa keinginan untuk menjadikan pilkada untuk tidak langsung juga karena itu, kita juga harus bersiap apa pun yang akan terjadi ke depan. Kita harus memiliki skenario dalam konteks keaktivisan,” ujarnya.

Rifqinizamy juga menyoroti dana hibah dalam pelaksanaan pilkada yang berpotensi dikelola dengan tidak benar. Dia mengusulkan agar pengelolaan dana hibah tak hanya diperiksa oleh internal penyelenggara pemilu, melainkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Gugatan Perpres PCO Tetap Lanjut meski Hasan Nasbi Mundur

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |