TEMPO.CO, Jakarta - Sengketa kasus Sugar Group Companies dengan Marubeni Corporation kembali mencuat setelah mantan pejabat Mahkamah Agung memberikan kesaksian di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat. Dalam persidangan itu, Zarof Ricar bersaksi telah menerima uang sebesar Rp 70 miliar dari Sugar Group Companies untuk pengurusan perkara di Mahkamah Agung.
Kejaksaan Agung sedang mengusut "nyanyian" Ricar tersebut. Dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Febrie Adriansyah mengatakan, pihaknya telah dua kali memanggil pihak Sugar Group.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kejaksaan juga mengaku sudah memeriksa pemilik Sugar Group Companies, Purwanti Lee, pada 23 April 2025. Selain itu, penyidik jaksa juga sudah memeriksa Direktur Utama PT Sweet Indo Lampung Gunawan Yusuf pada 24 April 2025. PT Sweet Indo Lampung adalah anak usaha Sugar Group Companies.
Pada 25 Mei 2025, Kejaksaan Agung juga telah menggeledah rumah Purwanti Lee. Kejaksaan Agung mengatakan, langkah ini diambil setelah Purwanti dua kali mangkir dari panggilan penyidik.
Perseteruan Sugar Group Companies dengan Marubeni Corporation cukup alot. Sengketa ini berawal dari masalah utang piutang sejak 1993. Mengutip putusan peninjauan kembali Nomor 1700 K/Pdt/2015, Marubeni menggugat PT Sweet Indo Lampung karena tidak melunasi utang sebesar 3,52 miliar yen dan US4 7,92 juta. Keduanya saling gugat di pengadilan.
Sengkarut ini berawal ketika Marubeni Corporation memfasilitasi Sweet Indo Lampung memperoleh fasilitas pinjaman dari Marubeni Europe PLC sebesar US$ 50 juta dan US$ 27,5 juta pada 1993. Marubeni Corporation menjadi penjamin atas utang tersebut. Marubeni Corporation juga menjadi kontraktor suplier dan kontraktor konstruksi bagi Sweet Indo Lampung.
Masalah datang ketika pembayaran cicilan kelima. Akibat krisis moneter 1998, Sweet Indo Lampung tidak bisa membayarkan kewajiban yang jatuh tempo tersebut. Karena tidak bisa menunaikan kewajibannya, Marubeni Europe dan Sweet Indo Lampung membuat perjanjian pembiayaan kedua. Namun, pembayaran cicilan utang juga mandek.
Akibat krisis moneter, Grup Salim menyerahkan aset-asetnya termasuk Sugar Group dan Sweet Indo Lampung untuk menerima suntikan hingga Rp 47,7 triliun. Sweet Indo Lampung kemudian dilelang oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). PT Garuda Panca Artha, milik Gunawan Jusuf, menjadi pemilik baru Sweet Indo Lampung.
Proses jual-beli ini disusul kontrak tambahan dan perjanjian baru. Masalahnya waktu itu, Sugar Group mempunyai utang Rp 1,4 triliun dan BPPN tidak bisa melakukan penjualan "free and clear". Pembeli harus menanggung utang yang tersisa.
Sugar Group menggugat karena merasa jaminan aset-aset mereka, mulai dari lahan, mesin, hingga peralatan pabrik, dipakai tanpa sepengetahuan untuk menjamin utang Sweet Indo Lampung dan Indolampung Perkasa. Kuasa hukum Marubeni bersikukuh bahwa Sugar Group Companies telah mengetahui kondisi keuangan pabrik saat lelang BPPN dan menilai gugatan Sugar Group Companies sebagai akal bulus untuk lari dari kewajiban membayar utang.
Jihan Ristiyanti berkontribusi dalam penulisan artikel ini.