ICJR mengatakan proses pidana dalam kasus pemerkosaan oleh dokter PPDS Unpad harus dijalankan hingga tuntas, terlepas dari ada atau tidaknya kesepakatan damai.
12 April 2025 | 09.22 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) meminta kepolisian menolak kesepakatan damai dalam kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh Priguna Anugerah Pratama, 31 tahun, dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad).
ICJR mengatakan telah ada payung hukum untuk menyelesaikan perkara kekerasan seksual, yakni Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Pasal 23 dari undang-undang tersebut menyatakan perkara kekerasan seksual tidak dapat diselesaikan di luar proses peradilan, kecuali terhadap pelaku anak.
“Perlu dicatat bahwa perdamaian antara pelaku dan korban tidak menghapuskan pertanggungjawaban pidana pelaku atas perbuatan yang dilakukan,” kata peneliti ICJR, Audrey Kartisha M., dalam keterangan tertulis pada Jumat, 11 April 2025.
ICJR mengatakan aparat hukum harus tetap menjalankan proses pidana, terlepas dari ada atau tidak adanya kesepakatan damai di antara kedua pihak.
Praktik perdamaian dalam kasus ini, menurut ICJR, terjadi akibat pemahaman sempit aparat penegak hukum terhadap konsep keadilan restoratif atau restorative justice. Konsep tersebut secara umum ditafsirkan sebagai proses perdamaian atau penghentian perkara, baik melalui mekanisme formal peradilan maupun mekanisme di luar persidangan.
“Hal ini diperparah dengan minimnya akuntabilitas dari proses perdamaian dalam kasus tersebut, yang dilaksanakan tanpa pemantauan independen, tidak mengedepankan persetujuan bebas dari tekanan, serta tidak mempertimbangkan kondisi psikologis para korban,” ujar Audrey.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Jabar Komisaris Besar Surawan mengatakan belum mendapat informasi tentang upaya damai antara pelaku dan korban dalam kasus ini. “Kami sih belum monitor, ya. Belum ada info,” kata Surawan lewat pesan singkat.
Saat ditemui pers di Bandung, ia membantah adanya pencabutan laporan oleh korban berinisial FH, 21 tahun, dalam kasus ini. Ia menegaskan tidak ada kesepakatan damai dengan pelaku, seperti yang sebelumnya disampaikan oleh pihak kuasa hukum pelaku.
“Enggak ada. Jadi enggak ada pencabutan laporan korban yang kami proses hukumnya. Damainya juga enggak ada upaya, karena ini perbuatan berulang,” kata Surawan di Bandung, Jumat, seperti dikutip dari Antara.
Surawan menjelaskan dalam perkara pemerkosaan tidak berlaku pendekatan keadilan restoratif, terlebih jika tindakan tersebut dilakukan secara berulang. Belakangan, Polda Jabar mengumumkan ada dua korban lain yang melaporkan tindakan kekerasan seksual oleh dokter Priguna.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PODCAST REKOMENDASI TEMPO