Dosen AKPRIND Modernisasi Teknik Sangrai Teh Artisan di Wilayah Tritis Kulonprogo

2 hours ago 3

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Tim pengabdian masyarakat dari Universitas AKPRIND Indonesia dan Institut Pertanian STIPER (INSTIPER) sukses mengembangkan metode pengolahan teh sangrai berbasis kombinasi tradisional dan modern. Inovasi ini bertujuan untuk menghasilkan produk teh premium dengan cita rasa unik dan nilai jual tinggi, serta memberdayakan para petani teh di Dusun Tritis, Desa Ngargosari, Kapanewon Samigaluh, Kabupaten Kulonprogo.

Pengabdian ini dipimpin oleh Dr Hadi Saputra, ST, MEng, dosen Teknik Mesin AKPRIND, bersama Sri Sunarsih, ST MT, dosen Teknik Lingkungan AKPRIND, dan Hastanto Bowo Woesono, SHut, MP dari INSTIPER. Mereka melihat potensi besar dari perkebunan teh rakyat yang selama ini hanya menghasilkan teh kering konvensional dengan harga jual relatif rendah. Tim ini meyakini bahwa sentuhan inovasi pada proses pengolahan akan membuka peluang pasar yang lebih luas dan meningkatkan kesejahteraan petani.

Menurut Dr Hadi Saputra, gagasan ini berawal dari pengamatan terhadap proses produksi teh di Tritis yang masih sangat tradisional. "Kami melihat ada celah untuk meningkatkan kualitas dan nilai produk. Dengan menggabungkan kearifan lokal seperti proses sangrai yang memberikan aroma khas, dengan teknologi modern untuk mengontrol suhu dan waktu secara presisi, kita bisa menciptakan produk yang punya identitas kuat," jelas Dr Hadi.

Proses pengolahan teh ini dimulai dari pemilihan pucuk teh terbaik. Setelah dipetik, pucuk teh dicacah dan kemudian dilayukan dengan melakukan proses penyangraian, sehingga mengeluarkan sari dan aroma the artisan yang khas. Tahap krusialnya ada pada proses sangrai, menggunakan alat sangrai yang memungkinkan kontrol suhu yang stabil, sehingga menghasilkan teh dengan kualitas yang baik dan aroma yang khas.

Sri Sunarsih menambahkan bahwa aspek lingkungan juga menjadi perhatian utama. "Penggunaan alat sangrai ini lebih efisien energi dan meminimalisasi limbah. Kami juga mengedukasi petani tentang manajemen limbah daun teh yang bisa diolah menjadi kompos, sehingga proses produksi menjadi lebih berkelanjutan," ujar Sri.

Sementara itu Hastanto Bowo Woesono dari INSTIPER, yang memiliki keahlian di bidang pertanian, menyoroti pentingnya peran edukasi dalam keberhasilan program ini. "Kami tidak hanya memberikan alat, tapi juga pengetahuan. Pelatihan tentang cara budidaya teh yang baik, pemanenan yang tepat, hingga pengemasan yang menarik menjadi bagian integral dari program ini," katanya.

"Pendampingan ini memastikan bahwa pengetahuan dan keterampilan yang kami berikan bisa diterapkan secara mandiri oleh para petani."

Salah satu petani teh di Tritis, Ibu Siti Muslihah, menyambut baik inisiatif ini. "Selama ini harga teh kami murah sekali. Setelah dilatih dan pakai alat baru ini, teh kami jadi lebih wangi dan warnanya bagus. Banyak pembeli yang tertarik. Harapan kami, produk ini bisa jadi andalan desa kami," tuturnya dengan penuh semangat.

Hasil dari inovasi ini adalah Teh Sangrai Tritis, sebuah merek teh premium yang menawarkan cita rasa berbeda. Dengan aroma yang kaya dan rasa yang lembut, teh ini tidak hanya cocok untuk pasar lokal, tetapi juga berpotensi menembus pasar teh premium nasional. Pemasaran produk ini pun dibantu dengan pelatihan digital marketing dan pengemasan yang menarik, sehingga produk mampu bersaing.

Proyek kolaborasi ini membuktikan bahwa sinergi antara akademisi dan masyarakat dapat menghasilkan dampak nyata. Ke depan, tim berencana untuk terus mendampingi para petani, membantu mereka dalam hal sertifikasi produk dan perluasan jaringan distribusi. Ini adalah langkah awal menuju kemandirian ekonomi masyarakat Tritis, yang kini memiliki produk unggulan berbasis inovasi dan kearifan lokal. Kami mengucapkan terima kasih kepada DPPM, Kemenristekdikti, dan Universitas AKPRIND Indonesia, yang telah memfasilitasi kegiatan ini sehingga dapat terlaksana.

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |