Beijing (ANTARA) - Kementerian Luar Negeri China menegaskan kembali empat dokumen politik yang menjadi dasar hubungan Beijing-Tokyo, khususnya terkait Taiwan, setelah pernyataan Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi dinilai melanggar kesepakatan.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning mengatakan dalam konferensi pers di Beijing, Senin, bahwa pernyataan Takaichi itu “secara serius melanggar semangat empat dokumen politik China-Jepang dan merusak fondasi politik hubungan kedua negara.”
Ia merujuk pada pernyataan Takaichi dua pekan lalu yang menyebut tindakan militer China terhadap Taiwan dapat “mengancam kelangsungan hidup Jepang,” dan menolak mencabut ucapannya.
Pernyataan itu dikhawatirkan menjadi dasar Jepang menerapkan hak bela diri kolektif, meski konstitusi menolak perang, termasuk kemungkinan mendukung Amerika Serikat jika China memblokade Taiwan.
Mao mengingatkan bahwa saat pembahasan normalisasi hubungan diplomatik, China menyampaikan tiga prinsip: RRC adalah satu-satunya pemerintah sah yang mewakili China; Taiwan adalah bagian tak terpisahkan dari RRC; dan perjanjian Taiwan-Jepang tidak sah dan harus dibatalkan.
Pada 1972, Jepang dan China menandatangani Pernyataan Bersama dan membuka hubungan diplomatik. Dokumen itu menegaskan bahwa Jepang memahami dan menghormati posisi China bahwa Taiwan bagian dari RRC.
Pada 1978, kedua negara menandatangani Perjanjian Damai dan Persahabatan yang menyatakan pernyataan 1972 sebagai dasar hubungan bilateral dan harus dipatuhi secara ketat.
Selanjutnya pada 1998, Deklarasi Bersama China-Jepang menetapkan Jepang akan mempertahankan posisi “satu China” dan hanya menjalin hubungan tingkat privat dengan Taiwan.
Dokumen keempat pada 2008 kembali menegaskan Jepang akan mematuhi posisi tersebut tanpa ambiguitas.
“Dokumen politik ini adalah komitmen serius Jepang dan memiliki kekuatan hukum internasional,” tegas Mao.
Ia menambahkan partai atau pemimpin mana pun di Jepang wajib menghormatinya.
China mendesak Jepang “berhenti bermain api, mencabut pernyataan keliru, dan menghormati komitmen historisnya.”
Sementara itu, Direktur Jenderal Biro Asia dan Oseania Jepang Kanai Masaaki tiba di China pada Senin untuk meredakan ketegangan dan menegaskan bahwa posisi Jepang tidak berubah sejak komunike 1972.
Ketegangan meningkat setelah Beijing mengimbau warganya menghindari perjalanan ke Jepang, menimbulkan kekhawatiran dampak terhadap pariwisata — sektor yang banyak bergantung pada wisatawan China.
sumber : antara

3 hours ago
3




































