TEMPO.CO, Jakarta - Pada 12 Mei 1998 menjadi hari yang tidak akan pernah dilupakan dalam sejarah Indonesia menjelang reformasi. Pada hari itu tersebut terjadi Tragedi Trisakti, sebuah peristiwa berdarah yang menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti di Jakarta dan menjadi pemicu gelombang perubahan besar di Tanah Air.
Gelombang demonstrasi mahasiswa di berbagai penjuru Indonesia pada Mei 1998 merupakan respons terhadap krisis moneter yang menghantam perekonomian sejak awal tahun. Mahasiswa Universitas Trisakti, seperti halnya rekan-rekan mereka di universitas lain, turut bergerak menuntut Presiden Soeharto lengser dari jabatannya setelah berkuasa selama 32 tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada tanggal 12 Mei 1998, ribuan mahasiswa Trisakti melakukan aksi damai yang direncanakan menuju Gedung Nusantara (DPR/MPR). Namun, perjalanan mereka terhenti diadang oleh barikade aparat keamanan gabungan dari Polri dan TNI AD. Meskipun sempat terjadi negosiasi antara perwakilan mahasiswa dan pihak keamanan, situasi justru memanas. Aparat mulai menembakkan gas air mata dan peluru karet ke arah para demonstran.
Terdesak oleh tindakan represif aparat, mahasiswa terpaksa mundur kembali ke dalam kampus Universitas Trisakti. Namun, kekerasan tidak berhenti di sana. Aparat keamanan terus melakukan penembakan, bahkan memasuki area kampus. Tragisnya, peluru tajam kemudian merenggut nyawa empat mahasiswa yang tengah berjuang menyuarakan aspirasi perubahan.
Empat Mahasiswa Trisakti Gugur
Keempat mahasiswa Universitas Trisakti yang menjadi korban tewas dalam Tragedi 12 Mei 1998 dikenang sebagai pahlawan reformasi.
1. Elang Mulia Lesmana
Lahir di Jakarta pada 5 Juli 1978, Elang merupakan mahasiswa Fakultas Arsitektur angkatan 1995. Putra kedua dari pasangan Hira Tetty dan Bagus Yoganandita ini dikenal sebagai sosok yang aktif dalam kegiatan kampus. Saat aksi demonstrasi, peluru menembus jantung dan punggungnya saat ia berusaha mencari perlindungan di dalam kampus. Elang gugur di usia yang belum genap 20 tahun dan dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan.
2. Heri Hertanto
Dilahirkan di Surabaya pada 5 Februari 1977, Heri adalah mahasiswa Fakultas Teknik Industri angkatan 1995. Putra sulung dari pasangan Sjahrir Mulyo Utomo dan Lasmiyati ini juga aktif dalam gerakan mahasiswa. Ketika berusaha berlindung di Gedung Syarief Thayeb, peluru tajam menembus punggung dan bersarang di dadanya. Heri juga dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan.
3. Hafidin Royan
Mahasiswa kelahiran Bandung, 28 September 1976, ini menempuh pendidikan di jurusan Teknik Sipil angkatan 1995. Putra dari pasangan Enus Junus dan Sunarmi Junus ini dikenal oleh sahabatnya, Alvin Yunata, sebagai sosok yang aktif dalam kegiatan pecinta alam, taat beribadah, dan memiliki kepribadian yang baik. Saat kejadian, Hafidin dikabarkan tengah membantu teman-temannya yang terkena gas air mata sebelum akhirnya tertembak di pelipis kanan hingga menembus kepala bagian belakang. Ia dimakamkan di Bandung.
4. Hendriawan Sie
Lahir di Balikpapan pada 3 Maret 1978, Hendriawan merupakan mahasiswa Fakultas Ekonomi angkatan 1996. Putra dari pasangan Hendrik Sie dan Karsiyah ini menjadi korban penembakan saat berusaha keluar dari pos menuju area kampus untuk mencari perlindungan. Tubuhnya ditemukan tergeletak oleh Wakil Dekan Fakultas Hukum saat itu. Hendriawan dimakamkan di Rawa Kopi, Kembangan, Jakarta Barat.
Kerusuhan nasional mulai meluas pada 13 Mei 1998, sehari setelah Tragedi Trisakti. Aksi protes berubah menjadi amuk massa di berbagai wilayah. Di Jakarta, puluhan pusat perbelanjaan dibakar, ratusan kendaraan hancur, dan ribuan toko dijarah.
Data menunjukkan bahwa lebih dari 1.000 orang tewas, sebagian besar karena terjebak dalam gedung yang terbakar. Infrastruktur hancur, dan ketakutan menyelimuti masyarakat. Ibu kota lumpuh, dan pemerintah kehilangan kontrol. Gelombang demonstrasi dan kekacauan akhirnya memaksa Soeharto mundur pada 21 Mei 1998. Kerusuhan ini bukan sekadar ledakan kemarahan rakyat atas krisis ekonomi dan politik, tetapi juga menjadi momen sejarah yang menandai berakhirnya era Orde Baru dan lahirnya era Reformasi.