Wakil Menteri Pendidikan Beberkan 3 Alasan Revisi UU Sisdiknas

1 day ago 4

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Atip Latipulhayat, memaparkan sejumlah alasan yang mendasari perlunya Revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional atau RUU Sisdiknas.

Atip menilai bahwa Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang telah disahkan lebih dari dua dekade lalu, sudah tidak lagi mencerminkan kebutuhan sistem pendidikan nasional secara utuh. “Dalam perjalanannya, terjadi hal yang tidak sepenuhnya merefleksikan sistem pendidikan nasional,” kata dia dalam diskusi publik yang berlangsung pada Selasa, 3 Juni 2025, di Gedung DPR.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia mengungkapkan bahwa selama ini terdapat kesan, bahkan yang terkonfirmasi dalam praktik, bahwa UU Sisdiknas hanya mengatur pendidikan dasar dan menengah. “Jadi seolah-olah UU ini milik Dikdasmen. Sementara ada juga UU tentang pendidikan tinggi, guru dan dosen, bahkan Kementerian Agama punya kewenangan sendiri,” kata dia.

Padahal, kata Atip, UU Sisdiknas seharusnya menjadi wadah utama yang mengintegrasikan seluruh jenjang pendidikan. Ia menyoroti ketidaksesuaian antara isi undang-undang dengan praktik regulasi di lapangan, misalnya mengenai pendidikan tinggi yang seharusnya diatur melalui peraturan pemerintah, namun justru diatur dalam UU tersendiri. “Wadahnya tidak sesuai. Makanya dalam pertemuan awal dengan Komisi X, kami sepakati untuk melakukan kodifikasi supaya kembali ke khittah-nya sebagai sistem pendidikan nasional,” tutur Atip.

Dalam proses kodifikasi ini, pemerintah berencana menyatukan seluruh regulasi pendidikan yang relevan, seperti UU Sisdiknas, UU Pendidikan Tinggi, UU Guru dan Dosen, hingga kemungkinan memasukkan UU tentang Pesantren.

Lebih lanjut, Atip menjabarkan tiga alasan revisi RUU Sisdiknas:

  1. Ketentuan tidak lagi kompatibel dengan realitas saat ini
    • “Di dalam praktiknya, ketentuan yang ada itu sudah tidak kompatibel lagi dengan keadaan,” ujar Atip.
  2. Putusan Mahkamah Konstitusi
    • Ia menyebut adanya sejumlah ketentuan dalam UU yang telah dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK). “Karena ada putusan MK yang menyatakan ketentuan tertentu sebagai inkonstitusional,” katanya. Pernyataan ini merujuk pada Putusan Nomor 3/PUU-XXII/2024, di mana MK mengabulkan sebagian permohonan uji materiil terhadap Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) pada Selasa, 27 Mei 2025 lalu.
  3. Tantangan eksternal dan perkembangan teknologi
    • Pemerintah, lanjut Atip, tengah menyiapkan kurikulum yang memasukkan coding dan kecerdasan buatan (artificial intelligence) dalam pendidikan dasar dan menengah. Hal ini membutuhkan kerangka hukum baru. “Karena ada tantangan eksternal, dan perlu bukan saja untuk direspons tapi juga diakomodasi. Sebagai contoh, Kementerian Dikdasmen akan mulai mengajarkan coding dan artificial intelligence. Nah bagaimana penuangannya dalam undang-undang?” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa revisi RUU Sisdiknas akan mencakup tiga bentuk perubahan: revisi parsial terhadap beberapa pasal, penggantian total terhadap pasal yang sudah tidak relevan, serta penambahan aturan baru untuk aspek-aspek yang belum pernah diatur sebelumnya.

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |