Tiga Vonis Berbeda 3 Hakim Nonaktif dalam Perkara Suap Ronald Tannur

18 hours ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Tiga hakim nonaktif Pengadilan Negeri Surabaya yang terlibat dalam perkara suap vonis bebas terhadap terpidana pembunuhan Dini Sera Afriyanti, Gregorius Ronald Tannur, divonis berbeda oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis, 8 Mei 2025.

Erintuah Damanik dan Mangapul, yang menjabat sebagai Ketua dan Anggota Majelis Hakim dalam perkara tersebut, dijatuhi hukuman masing-masing tujuh tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan. Sementara rekan mereka, Heru Hanindyo, divonis lebih berat dengan hukuman 10 tahun penjara dan denda yang sama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Putusan itu dibacakan secara terpisah oleh Ketua Majelis Hakim Teguh Santoso di ruang sidang Kusuma Atmadja 2. Seusai pembacaan vonis, Erintuah dan Mangapul tampak kaget dan hanya terdiam. Mereka berjalan pelan menuju tim kuasa hukum sebelum pengacara mereka, Philipus Harapenta Sitepu, menyampaikan permintaan waktu tujuh hari untuk menyatakan sikap.

“Klien kami masih shock. Oleh karena itu, kami mohon waktu tujuh hari untuk pikir-pikir,” ujar Philip di hadapan majelis hakim.

Vonis terhadap kedua hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang meminta hukuman sembilan tahun penjara dan denda Rp 750 juta. Meski demikian, majelis menyatakan keduanya terbukti menerima suap dan gratifikasi dari pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat. Uang tersebut diberikan untuk mengondisikan putusan bebas bagi Ronald, yang sebelumnya divonis dalam kasus pembunuhan kekasihnya, Dini Sera Afriyanti.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyebut perbuatan Erintuah dan Mangapul telah mencederai integritas lembaga peradilan dan tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi. Namun, keduanya dinilai kooperatif, mengakui perbuatan, memberikan keterangan yang mendukung pembuktian terhadap terdakwa lain, serta telah mengembalikan uang suap. Mereka juga belum pernah dihukum sebelumnya dan memiliki tanggungan keluarga.

Sedangkan Heru Hanindyo, hakim anggota dalam majelis yang sama, dijatuhi hukuman lebih berat yakni 10 tahun penjara. Ia dinyatakan terbukti menerima suap senilai Rp1 miliar dan 156 ribu dolar Singapura dari Lisa Rachmat untuk tujuan serupa. Vonis ini juga lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta hukuman 12 tahun dan denda Rp750 juta.

“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Heru Hanindyo oleh karena itu dengan pidana penjara selama 10 tahun,” kata Ketua Majelis Hakim Teguh Santoso.

Baik Heru maupun jaksa penuntut umum menyatakan masih pikir-pikir atas vonis tersebut.

Dalam dakwaan, ketiganya disebut menerima total suap Rp 4,67 miliar dalam bentuk rupiah serta berbagai mata uang asing, termasuk dolar Singapura, ringgit Malaysia, yen Jepang, euro, dan riyal Saudi. Suap tersebut merupakan bagian dari permintaan keluarga Ronald kepada tim penasihat hukum agar putra mereka dibebaskan dari jeratan hukum.

Majelis menyatakan ketiganya melanggar Pasal 6 ayat (2), Pasal 12B jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kasus ini bermula dari vonis bebas yang dijatuhkan kepada Ronald Tannur pada 2024 oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya. Namun, Mahkamah Agung membatalkan putusan tersebut melalui kasasi dan menghukum Ronald lima tahun penjara.

Intan Setiawanty berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |