Temuan Komnas HAM dalam Kasus Pemusnahan Amunisi di Garut

3 hours ago 1

TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Uli Parulian Sihombing, membeberkan sejumlah hasil temuan dari insiden ledakan amunisi saat proses pemusnahan amunisi kedaluwarsa atau tidak layak pakai yang dilakukan Gudang Pusat Amunisi III Pusat Peralatan TNI AD di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, Jawa Barat, pada Senin, 12 Mei 2025.

Temuan Komnas HAM

Berikut sederet temuan Komnas HAM terkait peristiwa yang menewaskan sembilan warga sipil dan empat personel TNI AD tersebut:

1. Tanpa Pelindung Diri

Dalam pemusnahan amunisi itu, TNI mempekerjakan 21 warga sipil sebagai tenaga harian lepas, namun tidak dibekali dengan peralatan khusus atau alat pelindung diri. “Saat ditemukan, para korban mengalami luka bakar berat dan beberapa di antaranya ditemukan dalam keadaan tubuh yang tidak utuh akibat ledakan,” kata Uli dalam konferensi pers di kantornya pada Jumat, 23 Mei 2025.

2. Tidak Ada Pelatihan dan Sertifikasi

Para pekerja sipil tidak diberi pelatihan dan sertifikasi terkait penanganan dan pemusnahan amunisi. Mereka belajar secara otodidak dari pekerja senior yang telah melakukan pekerjaan serupa.

"Sementara para pekerja dalam kasus ledakan amunisi di Garut diajarkan atau belajar secara otodidak bertahun-tahun, tidak melalui proses pendidikan atau pelatihan yang tersertifikasi," kata Uli.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Padahal, menurut dia, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengatur mengenai pelibatan sipil dalam urusan penanganan dan pemusnahan amunisi. Meski tidak dilarang, tetapi lembaga itu mensyaratkan warga sipil yang dilibatkan dalam kegiatan penanganan dan pemusnahan amunisi harus memiliki keahlian spesifik atau kompetensi tertentu.

3. Sudah Bekerja Bertahun-tahun

Meski tidak memiliki sertifikasi, Uli mengatakan para pekerja itu telah melakukan pekerjaan ini selama bertahun-tahun. Bahkan, sebagian di antaranya telah bekerja untuk membantu pemusnahan amunisi di berbagai daerah, seperti Makassar dan Maluku.

“Para pekerja terkoodinir di bawah Saudara Rustiawan yang sudah memiliki pengalaman lebih dari 10 tahun bekerja dalam proses pemusnahan amunisi baik dengan pihak TNI maupun Polri,” kata dia.

4. Diupah Rp 150 Ribu Per Hari

Uli menyebut tidak semua pekerja sipil itu bertugas sebagai pembongkar amunisi. Beberapa di antaranya bertugas sebagai penggali lubang untuk pemusnahan amunisi, supir truk, serta juru masak. Mereka diberi upah sebesar Rp 150 ribu per hari untuk melakukan pekerjaan itu.

Tanggapan TNI AD

Merespons temuan Komnas HAM, Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat Wahyu Yudhayana mengatakan pihaknya akan menjadikan temuan tersebut sebagai bahan evaluasi internal. "Seluruh masukan tersebut akan kami jadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam proses evaluasi dan pengambilan keputusan nantinya," kata Wahyu dikutip dari Antara, Sabtu, 24 Mei 2025.

Wahyu memastikan institusinya terbuka akan kritik dan saran serta menghargai segala temuan fakta di lokasi ledakan yang diungkap Komnas HAM. Meskipun demikian, Wahyu enggan mengomentari secara rinci terkait setiap fakta yang ditemukan oleh Komnas HAM. "Kami menegaskan kembali komitmen TNI AD untuk selalu terbuka dan menghargai setiap masukan konstruktif dari berbagai pihak," kata dia.

Oyuk Ivani Siagian berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |