TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah Menteri Kabinet Merah Putih buka suara terkait kebijakan tarif impor baru yang ditetapkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Adapun Indonesia terkena kenaikan tarif impor dengan besaran 32 persen.
Lantas, apa saja respons para menteri di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto?
Airlangga: Tidak Mengambil Retaliasi
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah Indonesia telah memutuskan untuk tidak mengambil langkah balasan atau retaliasi, tetapi mendorong kesepakatan dengan negara-negara di Asia Tenggara. Dia ditunjuk oleh Presiden Prabowo untuk memimpin langkah negosiasi dan kerja sama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“ASEAN akan mengutamakan negosiasi. Jadi, ASEAN tidak mengambil angka retaliasi,” kata Airlangga setelah rapat bersama jajaran kementerian dan pengusaha di kantornya, Jakarta, Senin, 7 April 2025.
Menurut dia, pemerintahan Trump kini masih menunggu proposal negosiasi dari Indonesia hingga tarif baru resmi diberlakukan pada Rabu, 9 April 2025. Di waktu yang sama, pemerintah Indonesia mendorong kesepakatan dengan beberapa negara ASEAN.
Airlangga juga sudah menemui Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim. Kedua negara pun sepakat untuk menggunakan perjanjian perdagangan dan investasi atau trade investment framework agreement (TIFA). Dia juga berkomunikasi dengan Perdana Menteri Singapura, Kamboja, dan negara-negara Asia Tenggara lainnya untuk melakukan penyesuaian sikap bersama.
Hampir semua negara ASEAN, lanjut dia, telah memutuskan untuk tidak mengambil langkah retaliasi, seperti Vietnam yang bahkan sudah menurunkan seluruh tarifnya ke angka nol. Malaysia juga memilih negosiasi, diikuti dengan Kamboja dan Thailand.
“Kami mengambil jalur yang sama. Kita akan mengambil jalur negosiasi. Jadi, jalurnya kita samakan, kemudian mekanisme TIFA-nya kita samakan,” ucap Airlangga.
Menpar: Pariwisata Bisa jadi Penyeimbang saat Ekspor Terganggu
Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana mengatakan pariwisata bisa menjadi sektor unggulan Indonesia untuk menjaga stabilitas ekonomi di tengah gejolak industri ekspor-impor akibat tarif Trump. Menurut dia, pariwisata adalah salah satu sektor yang tidak akan terdampak dari perang dagang yang sedang berlangsung.
“Ketika ekspor barang terkena tarif tinggi, kita harus melihat sektor lain yang bisa menjadi penyeimbang. Pariwisata adalah bentuk ekspor jasa yang tidak terganggu oleh kebijakan tarif dagang,” ucap Widiyanti melalui akun Instagram @widi.wardhana, Sabtu, 5 April 2025.
Dia menyebut sudah mempunyai langkah strategis sebagai bantalan ekonomi di tengah perang dagang. Salah satu di antaranya, lanjut dia, adalah dengan meningkatkan jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Indonesia, di mana semakin banyak wisatawan asing, semakin tinggi pula cadangan devisa yang diperoleh.
Dia pun optimistis, cadangan devisa itu bisa dijadikan sumber untuk memitigasi dampak ekonomi global yang lebih buruk. “Maka penguatan kunjungan wisman bisa dikapitalisasi untuk menjaga stabilitas rupiah dan cadangan devisa,” ujarnya.
Tak hanya itu, dia menuturkan, Kemenpar juga bakal mengoptimalkan peran pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta ekonomi lokal penyedia jasa pariwisata. Melalui strategi tersebut, dia meyakini Indonesia bisa mengurangi ketergantungan pada sektor ekspor dan manufaktur yang rentan terhadap fluktuasi tarif impor.
Lebih lanjut, dia mengimbau pengelola-pengelola pariwisata dalam negeri untuk meningkatkan kualitas jasanya. “Dengan pengembangan pariwisata berkualitas, kita dapat terus menarik wisatawan dalam negeri dan mancanegara serta memperkuat ketahanan ekonomi bangsa,” kata Widiyanti.
Ilona Estherina, Dede Leni Mardianti, Sultan Abdurrahman, dan Achmad Ghiffary Mannan berkontribusi dalam penulisan artikel ini.