PRESIDEN Prabowo Subianto menuduh pihak asing membiayai lembaga swadaya masyarakat atau LSM untuk mengadu domba Indonesia. Presiden mengajak seluruh rakyat Indonesia bersatu dan jangan ada perbedaan sehingga menyebabkan gontok-gontokan. Dia menyebutkan inilah yang justru diharapkan bangsa asing karena kekuatan asing tidak suka Indonesia maju.
“Ratusan tahun mereka datang, ratusan tahun mereka adu domba kita, sampai sekarang. Dengan uang mereka membiayai LSM-LSM untuk mengadu domba kita. Mereka katanya adalah penegak demokrasi, HAM, kebebasan pers, padahal itu adalah versi mereka sendiri,” kata Prabowo saat memberi amanat upacara peringatan Hari Lahir Pancasila di Gedung Pancasila, Jakarta Pusat, Senin, 2 Juni 2025.
Namun Prabowo berdalih tidak mengajak bangsa Indonesia curiga terhadap bangsa asing. Dia menekankan Indonesia tidak boleh dipermainkan oleh bangsa mana pun.
Ini bukan pertama kalinya Prabowo menyinggung pihak asing mengadu domba Indonesia. Sebelumnya, Prabowo juga meyakini gelombang aksi unjuk rasa di sejumlah daerah di awal pemerintahannya karena ada campur tangan asing.
Ketua Umum Partai Gerindra ini menyampaikan pandangannya saat wawancara dengan enam jurnalis senior di kediamannya di Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, 8 April 2025. “Coba perhatikan, apakah demo-demo itu murni atau ada yang bayar? Harus objektif dong,” ucap Prabowo kala itu.
Pernyataan Prabowo soal pihak asing membiayai LSM untuk mengadu domba Indonesia itu mendapat tanggapan dari berbagai kalangan, termasuk dari LSM.
Amnesty: Musuh Utama Bangsa Ini Bukan LSM yang Didanai Asing
Menanggapi tudingan Prabowo itu, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menegaskan musuh utama bangsa Indonesia bukan LSM yang didanai asing. Dia mengatakan musuh yang melumpuhkan Indonesia adalah elite-elite yang terlibat korupsi.
Menurut Usman, korupsi bukan sebatas mengambil uang rakyat, tetapi juga korupsi politik yang merusak institusi demokrasi dan hak asasi manusia. Dosen Sekolah Tinggi Hukum Jentera Indonesia ini juga menyinggung korupsi lingkungan yang mengeruk kekayaan alam dan upaya mengutak-atik hukum demi kepentingan kekuasaan diri para elite.
“Korupsi moral yang merusak kepentingan bangsa dan negara menjadi kepentingan keluarga, anak, menantu, cucu, dan kroni. Semua ini dikerjakan oleh elite-elite politik yang korup,” kata Usman melalui pernyataan tertulis kepada Tempo pada Senin, 2 Juni 2025.
WALHI: Banyak LSM Didanai Asing untuk Bantu Pemerintah dan Masyarakat
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menilai tudingan Prabowo soal pihak asing membiayai LSM untuk mengadu domba Indonesia tidaklah benar. “Karena banyak juga LSM didanai asing untuk membantu pemerintah dan masyarakat,” kata Direktur Eksekutif WALHI Sulawesi Selatan, Muhammad Al Amin, dalam keterangan tertulis pada Selasa, 3 Juni 2025.
Menurut dia, ada atau tidaknya pendanaan asing, LSM akan selalu bersikap kritis selama pemerintah membuat kebijakan yang menyimpang dari harapan masyarakat. Amin mengatakan dukungan lembaga asing kepada LSM di Indonesia, termasuk WALHI Sulawesi Selatan, bukan untuk melawan pemerintah ataupun mengadu domba.
Sebaliknya, Amin menjelaskan dukungan pendanaan asing tersebut untuk melindungi ekosistem, melindungi kehidupan masyarakat, masyarakat adat, dan perempuan. “Kalau LSM, termasuk lembaga saya, dituduh membenturkan masyarakat dengan pemerintah karena didanai asing, saya kira pernyataan itu sangat menyesatkan,” tutur dia.
Menurut dia, Prabowo semestinya membuka ruang dialog yang konstruktif dengan setiap LSM. Tujuannya agar kepala negara bisa mengetahui keinginan dan harapan LSM kepada pemerintah dan rencana pembangunan negara.
Amin mencontohkan capaian WALHI untuk membantah tudingan presiden. Misalnya, saat memulihkan daerah aliran sungai atau DAS Maros, Sulawesi Selatan. Selain itu, kata Amin, WALHI juga berupaya membantu masyarakat agar dapat bekerja sama dengan PT Eksploitasi dan Industri Hutan atau Inhutani serta mengelola lahan sebagai penghasilan tambahan.
WALHI, kata Amin, juga bekerja sama dengan anak muda dan masyarakat pesisir untuk memulihkan hutan mangrove. “Apakah itu memecah belah? Kami juga melakukan riset dan mendampingi masyarakat agar penghidupan masyarakat tidak hilang akibat ekspansi tambang. Apakah itu mengadu domba?”
Dia menilai tuduhan Prabowo merupakan pernyataan emosional. Dia menuturkan seharusnya Prabowo bangga karena ada LSM yang masih menerima pendanaan asing untuk bekerja membantu rakyat. “Sehingga LSM tidak membebani APBN yang seharusnya digunakan untuk menyejahterakan rakyat,” ujarnya.
Politikus PKB: Keberadaan LSM Bukan Ancaman
Adapun Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Kebangkitan Bangsa (DPP PKB) Luluk Nur Hamidah mengkritik tudingan Prabowo yang menyebutkan LSM didanai asing untuk mengadu domba.
Ketua DPP PKB Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional itu mengatakan demokrasi tidak antikritik dan justru tumbuh dari kritik. Menurut Luluk, dalam sistem demokrasi, keberadaan LSM bukanlah ancaman, melainkan bagian integral dari masyarakat sipil yang sehat.
“Mereka memainkan peran penting dalam mengingatkan pemerintah, melindungi hak warga negara, dan mendorong akuntabilitas kekuasaan,” kata Luluk dalam pernyataannya tertulis pada Senin, 2 Juni 2025.
Luluk memandang tudingan Presiden yang menggeneralisasi semua LSM sebagai alat asing justru merusak reputasi ribuan organisasi lokal yang independen, bekerja tanpa pamrih, dan berakar di tengah masyarakat. “Banyak LSM yang telah berkontribusi pada penanganan bencana, advokasi HAM, pendidikan, hingga pengawasan anggaran publik,” ucapnya.
Selain itu, kata Luluk, pendanaan asing bukan berarti otomatis menjadi alat asing. Justru pendanaan internasional dalam demokrasi modern adalah hal yang lumrah dan dapat dikelola secara transparan dan akuntabel.
“Pemerintah sendiri menerima hibah asing untuk pembangunan. Yang penting adalah mekanisme pengawasan publik, bukan asal dananya,” ucapnya.
Dia mengingatkan narasi ini bisa mengancam kebebasan berserikat dan kebebasan berekspresi. Di samping itu, kata dia, mendelegitimasi LSM dengan label alat asing berpotensi membuka ruang kriminalisasi aktivis, atau pembatasan ruang gerak masyarakat sipil. “Ini bertentangan dengan konstitusi dan nilai-nilai demokrasi,” ucapnya.
Menurut Luluk, bersikap kritis tidak sama dengan memecah belah. Dia menuturkan sering kali muncul tuduhan memecah persatuan hanya karena ada pihak yang berbeda pendapat dengan pemerintah.
“Padahal, dalam demokrasi, perbedaan adalah keniscayaan, dan kritik yang bertujuan memperbaiki adalah bagian dari nasionalisme yang sehat. Demokrasi butuh LSM yang kuat, bukan dilemahkan,” ujarnya.
Eka Yudha Saputra, Hendrik Yaputra, Daniel Ahmad Fajri, dan Alfitria Nefi P berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Pro Kontra atas Polemik Visa Haji Furoda