PPP Cari Ketua Umum. Profil Salah Satu Partai Tertua di Indonesia

1 day ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Partai Persatuan Pembangunan (PPP), yang merupakan salah satu partai politik tertua di Indonesia, tengah berupaya melakukan konsolidasi internal untuk menentukan arah kepemimpinan baru. Dalam konteks tersebut, muncul sejumlah nama yang dipertimbangkan untuk menduduki posisi Ketua Umum PPP, salah satunya adalah Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman.

Nama Amran Sulaiman disampaikan oleh Ketua Majelis Pertimbangan DPP PPP, M. Romahurmuziy atau Rommy, sebagai figur yang dinilai paling relevan untuk mengemban tugas strategis tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rommy menjelaskan bahwa Andi Amran Sulaiman dinilai memiliki sejumlah kualifikasi yang dianggap penting untuk memimpin PPP. Salah satunya adalah rekam jejak Amran dalam pemerintahan, baik saat menjabat sebagai Menteri Pertanian di masa Presiden Joko Widodo maupun di periode awal pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Selain itu, latar belakang Amran sebagai pengusaha turut dipertimbangkan sebagai modal penting, terutama dalam hal penguatan logistik partai.

Dalam proses penjaringan calon ketua umum, Rommy menyebut bahwa ia juga sempat mendekati sejumlah tokoh nasional lain untuk mempertimbangkan posisi tersebut. Beberapa nama yang disebutkan antara lain Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, Menteri Sosial Saifullah Yusuf, Penasihat Khusus Presiden Bidang Pertahanan Nasional Dudung Abdurachman, serta mantan Ketua DPR Marzuki Alie.

Bahkan nama-nama seperti Anies Baswedan, mantan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, hingga Amran Sulaiman sendiri turut masuk dalam daftar yang dibujuk oleh Rommy.

Romahurmuziy menekankan bahwa kebutuhan PPP saat ini adalah figur pemimpin yang mampu membawa partai kembali memperoleh kursi di parlemen. Hal ini disampaikan mengingat kegagalan PPP dalam Pemilu 2024 merupakan tantangan besar bagi keberlangsungan partai. Ia mengakui bahwa upaya untuk mengembalikan PPP ke Senayan memerlukan strategi yang matang dan dukungan sumber daya yang memadai.

Sejarah Panjang PPP

PPP merupakan salah satu partai politik tertua di Indonesia yang masih aktif hingga saat ini. Partai ini berdiri pada 5 Januari 1973 sebagai hasil penggabungan atau fusi dari empat partai politik berbasis Islam, yaitu Partai Nahdlatul Ulama (NU), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), dan Partai Islam Perti.

Penggabungan tersebut dilakukan sebagai bagian dari kebijakan penyederhanaan sistem kepartaian yang dijalankan oleh pemerintahan Orde Baru, yang hanya mengizinkan tiga partai mengikuti Pemilu 1977.

Langkah penyederhanaan partai politik saat itu didasarkan pada evaluasi terhadap situasi politik pasca kegagalan Konstituante pada tahun 1955 hingga 1959. Presiden Soeharto menilai bahwa jumlah partai yang terlalu banyak hanya menghasilkan perdebatan tanpa pencapaian nyata dalam proses legislasi. Oleh karena itu, pada masa Orde Baru, sistem kepartaian dikonsolidasikan menjadi tiga partai utama: Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrasi Indonesia (PDI), dan Golongan Karya (Golkar).

Sebagai partai hasil fusi partai-partai Islam, PPP pada awalnya menerapkan asas Islam sebagai dasar perjuangan politiknya, dengan lambang Kabah sebagai simbol identitas partai. Namun pada tahun 1984, PPP mengubah asasnya menjadi Pancasila seiring tekanan politik dari pemerintah. Perubahan tersebut dilakukan agar PPP tetap dapat berpartisipasi dalam sistem politik yang berlaku saat itu. Setelah reformasi 1998, PPP kembali menggunakan asas Islam dan mempertahankan lambang Kabah sebagai identitas politiknya.

Meski lahir dari rekayasa politik Orde Baru, PPP berhasil bertahan melewati masa transisi ke era Reformasi. Partai ini tetap eksis hingga sekarang, sementara banyak partai lain yang bermunculan dan berguguran.

PPP juga mencatatkan sejarah sebagai partai Islam yang pernah mendudukkan kadernya di posisi strategis di pemerintahan. Salah satu contohnya adalah Hamzah Haz, yang menjabat sebagai Wakil Presiden mendampingi Presiden Megawati Soekarnoputri pada periode 2001–2004, setelah Presiden Abdurrahman Wahid dicopot oleh MPR.

Tren Perolehan Suara dan Kursi PPP dalam Pemilu

Sejak era Reformasi, perolehan suara dan kursi PPP dalam setiap pemilu mengalami dinamika yang cukup signifikan. Berikut adalah rincian hasil pemilu legislatif yang pernah diikuti PPP berdasarkan data dari laman Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara:

  • Pemilu 1999: PPP meraih 11.329.905 suara yang setara dengan 58 kursi di DPR.
  • Pemilu 2004: Partai ini memperoleh 9.248.764 suara dan tetap mendapatkan 58 kursi.
  • Pemilu 2009: Suara yang diperoleh menurun menjadi 5.533.214, dengan jumlah kursi turun menjadi 38.
  • Pemilu 2014: PPP mendapatkan 8.157.488 suara dan memperoleh 39 kursi.
  • Pemilu 2019: Perolehan suara kembali turun menjadi 6.323.147, sehingga hanya meraih 19 kursi.
  • Pemilu 2024: PPP tidak berhasil mencapai ambang batas parlemen 4 persen dan kehilangan seluruh kursi di DPR.

Hendrik Yaputra dan Myesha Fatina Rachman berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |