TEMPO.CO, Jakarta - Dalam rangka memperingati Hari Autisme sedunia, Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menyerukan komitmen baru untuk menciptakan dunia yang lebih setara dan inklusif. Tema tahun ini yakni 'Memajukan Neurodiversitas dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB (SDGs)'.
"Pada Hari Kesadaran Autisme Sedunia, mari kita berkomitmen kembali untuk menciptakan dunia di mana tidak ada seorang pun penyandang autisme yang tertinggal," pesan Guterres, seperti dikutip dari UN News, Ahad, 13 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Guterres, meski penyandang autisme memberikan kontribusi yang sangat besar bagi masyarakat di seluruh dunia, mereka masih menghadapi tantangan yang signifikan. "Penyandang autisme sering mengalami isolasi, stigma, dan ketidaksetaraan. Mereka ditolak aksesnya terhadap layanan kesehatan dan pendidikan, terutama selama krisis dan kapasitas hukum mereka tidak diakui dan diabaikan," kata Guterres dalam pesannya.
Isolasi, stigma, dan ketidaksetaraan terhadap penyandang autisme, menurut Guterres, merupakan tindak diskriminatif yang melanggar Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas dan komitmen Tujuan Pembangunan Berkelanjutan untuk tidak meninggalkan siapa pun atau prinsip ‘No One Left Behind’.
Dalam Undang-Undang No 8 Tahun 2016 tentang Disabilitas, autisme merupakan bagian dari jenis ragam disabilitas intelektual. Autisme atau gangguan spektrum autisme, merupakan salah satu kelompok kondisi yang terkait dengan perkembangan otak.
Menurut lembar fakta dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), karakteristik autisme dapat dideteksi sejak dini. Salah satu gejalanya menunjukkan beberapa tingkat kesulitan dalam interaksi sosial dan komunikasi. Tidak semua penyandang autisme hidup terisolasi, pada beberapa orang, autisme tidak mempengaruhi tingkat kemandirian.
Sementara, beberapa lainnya memiliki disabilitas berat dan memerlukan perawatan dan dukungan seumur hidup. Autisme juga sering kali berdampak pada kesempatan pendidikan dan pekerjaan.
Beberapa kondisi autisme ada yang membutuhkan dukungan penuh dari keluarga. Sehingga, anggota keluarga dapat menghadapi tuntutan yang signifikan dalam menyediakan perawatan.
Lantaran itu, Sekretaris Jenderal PBB menekankan bahwa pemerintah setiap negara harus mengadopsi undang-undang dan kebijakan yang menjamin kesetaraan dan mempromosikan partisipasi penuh penyandang autisme dalam masyarakat. "Kita membutuhkan sistem kesehatan dan pendidikan yang inklusif, lingkungan kerja, dan desain perkotaan , terutama guna memastikan penyandang autisme memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang," katanya.
PBB telah merayakan keberagaman dan mempromosikan hak dan kesejahteraan penyandang disabilitas, termasuk perbedaan belajar dan disabilitas perkembangan. Misalnya, Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas, yang mulai berlaku pada tahun 2008, menegaskan kembali prinsip dasar hak asasi manusia universal untuk semua.
Pada tahun yang sama, Majelis Umum PBB – yang menyatukan seluruh 193 negara anggota – dengan suara bulat mendeklarasikan tanggal 2 April sebagai Hari Kesadaran Autisme Sedunia untuk meningkatkan kualitas hidup penyandang autisme. Sehingga, mereka dapat menjalani kehidupan yang penuh dan bermakna sebagai bagian integral dari masyarakat.