
Oleh : Fahmi Salim, Dai Nasional & Anggota Majelis Tabligh PP Muhammadiyah
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada 18 November 2025, Muhammadiyah memasuki usia 113 tahun—sebuah rentang perjalanan yang hanya sedikit organisasi modern di Indonesia mampu mengimbanginya. Tema milad tahun ini, “Memajukan Kesejahteraan Bangsa”, bukan sekadar slogan, melainkan benang merah dari sejarah panjang Muhammadiyah sejak kelahirannya di Yogyakarta pada 18 November 1912.
Dari Muhammadiyah untuk Bangsa
Didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan, Muhammadiyah lahir sebagai gerakan Islam berkemajuan yang menjawab kegalauan umat di zaman kolonial: kebodohan, kemiskinan, takhayul, serta stagnasi sosial-keagamaan. Kiai Dahlan mengombinasikan tajdid (pembaharuan) dengan ihsan sosial. Dua program pertamanya—Sekolah Muhammadiyah dan Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO)—menandai orientasi besar Muhammadiyah: pendidikan dan pelayanan sosial.
Selama satu abad lebih, agenda itu berkembang menjadi infrastruktur kemasyarakatan terbesar yang dibangun oleh organisasi Islam terkaya di dunia:
• Struktur Muhammadiyah dengan jaringan 35 pimpinan wilayah (PWM), 475 pimpinan daerah (PDM), 3.947 pimpinan cabang (PCM), 14.670 pimpinan ranting (PRM), 30 pimpinan cabang istimewa (PCIM) dan 31 unsur pembantu pimpinan (UPP)
• Ribuan sekolah dari TK, PAUD, KB (20.233), SD/MI (2.817), SMP/MTs (1.826), SMA/MA (1.364); 171 Perguruan Tinggi Muhammadiyah/Aisyiyah (PTMA); 440 Pondok Pesantren (Muhammadiyah Boarding School/MBS); 355 lebih rumah sakit dan layanan kesehatan; 562 Panti asuhan, layanan disabilitas, panti wreda, dan klinik filantropi; 20.198 Masjid/Musholla.
• Diplomasi kemanusiaan internasional, termasuk melalui Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC); terbaru Emergency Medical Team (EMT) Muhammadiyah dinyatakan lulus verifikasi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 19/10/2025.
Dengan kiprah itu, Muhammadiyah bukan sekadar ormas; ia telah menjadi institusi peradaban, civil society yang mandiri, serta kekuatan moral-intelektual yang mempengaruhi arah bangsa.
Tema Milad 113 dan Tugas Peradaban Muhammadiyah
Tema ini sarat makna teologis, historis, dan sosial-politik. Ajaran Surah Al-Ma’un yang diajarkan Kiai Dahlan—bahwa agama harus membela kaum lemah dan marjinal—menjadi landasan bahwa kesejahteraan bukan konsekuensi ekonomi semata, tetapi ibadah sosial. Tema ini menghidupkan kembali spirit itu di tengah ketimpangan dan tantangan ekonomi global.
Indonesia menghadapi beberapa isu besar: Ketimpangan ekonomi yang masih tinggi; Akses pendidikan dan kesehatan yang belum merata; Serakahnomics yang menggurita di sektor strategis kekayaan negara; Polusi digital yang melahirkan intoleransi dan polarisasi; Bonus demografi yang belum sepenuhnya terkelola dengan baik; Perubahan iklim dan bencana ekologis.
Tema milad ini memberi pesan bahwa kesejahteraan adalah proyek kolektif bangsa, bukan sekadar kebijakan negara yang kerap berganti dengan pergantian pemimpin politik.

1 hour ago
2






































