Menulis Jadi Ruang Aman Reza Rahadian untuk Bercerita

4 hours ago 1

Kebiasaan menulis menjadi ruang aman bagi Reza Rahadian untuk merekam perjalanan, menjaga kondisi mental, dan merayakan dua dekade kariernya.

30 April 2025 | 16.00 WIB

Aktor sekaligus sutradara Reza Rahadian dalam konferensi pers Peluncuran Program Refleksi Dua Dasarasa Reza Rahadian dan Buku 'Mereka yang Pertama' di Bentara Budaya Jakarta, Palmerah, Jakarta Barat pada Senin, 28 April 2025. TEMPO/Jasmine

Aktor sekaligus sutradara Reza Rahadian dalam konferensi pers Peluncuran Program Refleksi Dua Dasarasa Reza Rahadian dan Buku 'Mereka yang Pertama' di Bentara Budaya Jakarta, Palmerah, Jakarta Barat pada Senin, 28 April 2025. TEMPO/Jasmine

TEMPO.CO, Jakarta - April 2025 menjadi penanda dua puluh tahun perjalanan Reza Rahadian di dunia seni peran. Dua dekade yang ditempuh tidak dengan pesta besar atau panggung gemerlap, melainkan dengan peluncuran sebuah buku reflektif berjudul Mereka yang Pertama. Buku setebal 184 halaman yang diterbitkan Gramedia Pustaka Utama ini ditulis Reza sebagai bentuk penghargaan kepada orang-orang yang membuka jalan kariernya di dunia seni peran dan kreatif.

Pilihan Editor: Makna 20 Tahun Berkarya Reza Rahadian: Sebuah Refleksi

Alasan Reza Rahadian Menulis Buku

Ditemui Tempo  di Bentara Budaya Jakarta, Palmerah, Jakarta Barat, Senin, 28 April 2025, Reza bercerita mengapa dari sekian banyak medium berkarya, ia memilih buku untuk merayakan dua dasawarsa kiprahnya.  "Ini (menulis) hal yang mungkin buat saya sangat personal. Tulisan itu penting. Saya hidup dari membaca,” ucap aktor peraih Piala Citra itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Reza mengungkapkan bahwa meski tidak menempuh jalur pendidikan formal yang tinggi, ia merasa tulisan menjadi sarana untuk memperluas wawasan dan memberikan dasar untuk berbicara. “Wawasan berpikirnya bisa ditambah, itu karena membaca. Jadi sepenting itu arti tulisan," ujar Reza.

Pemeran Habibie & Ainun (2012) itu menambahkan, dunia keaktoran pun berakar pada tulisan. "Skenario selalu tentang tulisan. Tidak ada film ketika tidak ada bentuk naskah yang lahir,” kata dia. Reza merinci, hubungan emosional dan personalnya terhadap buku lah yang membuatnya memahami betapa pentingnya medium tersebut dalam perjalanan hidup dan kariernya.

Kebiasaan Menulis di Keluarga

Keputusan Reza untuk menulis tidak hadir begitu saja. Ia tumbuh di lingkungan yang dekat dengan dunia menulis, mulai dari buku, hingga jurnal pribadi. "Oma saya dulu pernah menulis sebuah buku, pernah dibuatkan sebuah buku. Ibu saya adalah penulis yang tidak pernah satupun karyanya terbit, tapi beliau adalah orang yang banyak menuliskan perasaannya dalam bentuk jurnal," tutur Reza.

Kebiasaan menulis jurnal (journaling) ini, yang dilakukan sejak 2004, menurut Reza, berperan besar dalam menjaga kondisi mentalnya. Ia bercerita, dunia keaktoran adalah perjalanan yang berat kaitannya dengan mental yang rapuh. “Tapi karena journaling, sekarang saya baru menyadari, oh, mungkin juga proses-proses kesembuhan itu bisa lebih cepat, karena saya menulis," kata dia.

Menulis Sebagai Ruang Penyembuhan

Bagi Reza, menulis bukan hanya bentuk ekspresi, melainkan juga ruang penyembuhan. "Banyak perasaan yang saya tuliskan, jadi semua itu tidak ada cuma di sini aja, ada saluran yang lain," ucapnya. Ia menemukan dalam menulis sebuah kebebasan penuh, tempat mencurahkan pikiran tanpa takut atau cemas. "Proses kenapa saya menulis itu sangat therapeutic, karena di situlah Anda punya kebebasan penuh dalam melahirkan, baik itu diterbitkan maupun tidak diterbitkan," ujar Reza.

Ia menyebut kertas dan pena sebagai teman setia untuknya. "Ruang itu menjadi satu, sehingga Anda bisa punya kepercayaan terhadap kertas dan si pena ini loh, sebagai teman untuk mencurahkan semua isi pikiran tanpa takut, nyaman, safe space," tuturnya melanjutkan.

Tak mengherankan jika bagi Reza, menulis adalah rahasia ketangguhan mentalnya di tengah tekanan dunia keaktoran. "Kalau ada orang bertanya, ‘Kok kamu kuat sih mentalnya menghadapi tekanan ini, tekanan itu?’ Karena menulis. Ini rahasianya, menulis," ujarnya.

Proses Penggarapan Buku

Gagasan Mereka yang Pertama mulai bersemi pada Oktober 2024. Reza mulai menulis secara disiplin sejak Desember tahun lalu, mengusahakan setidaknya dua hingga tiga halaman setiap hari, tanpa absen. “Saya mendisiplinkan diri untuk setiap hari harus ada materi yang saya tulis. Nggak boleh nggak. Mau itu cuma dua halaman, tiga halaman, pokoknya harus selalu ada," kata Reza. 

Proses menulis ini ia lakukan secara paralel bersama editor, agar koreksi bisa segera ditangani dan pengerjaan berjalan lebih cepat. Targetnya jelas: April 2025, bulan dua puluh tahun kariernya, buku itu harus terbit. Buku ini tak hanya merekam perjalanan karier, tapi juga sisi-sisi personal yang jarang ia ungkap di ruang publik, termasuk kedekatannya dengan sang ibu.

Refleksi Dua Dasarasa

Peluncuran Mereka yang Pertama menjadi bagian awal dari program bertajuk Refleksi Dua Dasarasa. Disusun bersama Inet Leimena sebagai direktur program, rangkaian ini akan berlangsung selama delapan bulan sepanjang 2025, melintasi berbagai bidang seni.

Setelah buku, Reza akan mempersembahkan pameran instalasi bertajuk Eudaimonia di ARTJOG 2025, Yogyakarta, mulai 20 Juni 2025. Ia juga akan meluncurkan film panjang pertamanya sebagai sutradara, Pangku, yang dijadwalkan tayang di dua festival film internasional serta bekerja sama dengan Jakarta Film Week dan Jogja-NETPAC Asian Film Festival 2025. Pada Desember 2025, Reza akan tampil dalam monolog Dua Dasarasa yang naskahnya ditulis sutradara teater dan sastrawan Agus Noor.

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |