TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Pengelola Dana Pendidikan atau LPDP menyatakan terus memantau dampak kebijakan imigrasi Pemerintah Amerika Serikat terhadap nasib warga negara Indonesia penerima beasiswa atau awardee yang menempuh studi di Harvard University.
Berdasarkan catatan lembaga di bawah Kementerian Keuangan itu, saat ini terdapat 46 penerima beasiswa LPDP yang sedang menempuh studi di Harvard. Sebanyak 23 di antaranya telah menyelesaikan studi dan akan segera kembali ke Indonesia. “Seluruh awardee diimbau untuk tidak bepergian ke luar wilayah Amerika Serikat guna mengantisipasi potensi pembatasan keimigrasian yang dapat berdampak pada status visa,” tulis LPDP dalam pernyataan resmi, dikutip Selasa, 3 Juni 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada 22 Mei 2025, Pemerintah AS mencabut sertifikasi Student and Exchange Visitor Program (SEVP) Harvard. Dengan begitu, Harvard tak lagi memiliki hak sponsor dalam penerbitan visa F1 dan J1 untuk mahasiswa asing yang akan memulai studi. Mahasiswa asing yang berada di Harvard pun terancam kehilangan status hukum studi dan diminta untuk berpindah ke institusi lain. Perubahan kebijakan itu pun memicu pengajuan gugatan oleh Harvard.
Kemudian pada 29 Mei 2025, Pengadilan Federal AS memutuskan untuk memperpanjang penangguhan terhadap pemberlakuan kebijakan baru tersebut. “Dengan demikian, mahasiswa asing, termasuk awardee LPDP, dapat tetap melanjutkan studi secara normal,” kata LPDP.
Namun demikian, keputusan hukum tersebut hanya bersifat penangguhan sementara. LPDP pun menegaskan akan memantau perkembangan dan dampaknya bagi penerima beasiswa yang sedang berkuliah di Harvard.
LPDP bersama Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) telah berkoordinasi secara intensif dengan Kementerian Luar Negeri, Kedutaan Besar Republik Indonesia di Washington D.C., Konsulat jenderal Republik Indonesia (KJRI), dan juga Harvard Indonesian Student Association (HISA). Sementara itu, bila terjadi perubahan kebijakan yang menghambat kelangsungan studi, LPDP telah menyiapkan skema respons cepat.
Adapun LPDP menyatakan bakal memastikan kelangsungan studi semua penerima beasiswa yang terdampak perubahan kebijakan visa pemerintah AS. Saat ini, menyitir keterangan LPDP, terdapat 360 awardee yang akan melanjutkan studi ke Amerika Serikat. Sebagian dari para penerima beasiswa itu telah memperoleh visa, sedangkan sebagian lainnya masih dalam proses pengajuan.
Bagi penerima beasiswa yang mengalami penolakan visa, LPDP menyiapkan setidaknya tiga opsi alternatif. Pertama, penundaan atau cuti studi dengan persetujuan dari pihak universitas. Opsi kedua, penerima beasiswa dapat melakukan perpindahan studi ke universitas lain yang memungkinkan keberlanjutan studi. Ketiga, negosiasi untuk pelaksanaan perkuliahan secara daring sementara waktu.
Pada Selasa, 27 Mei 2025, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Marco Rubio mengumumkan penghentian sementara proses penerbitan visa mahasiswa asing. Amerika juga menghentikan seluruh proses wawancara visa pelajar di Kedutaan Besar AS di seluruh dunia. Keputusan tersebut diberlakukan seiring dengan kebijakan Presiden AS Donald J. Trump yang ingin melakukan pengetatan persyaratan visa asing yakni dengan memperluas pemeriksaan media sosial para pemohon visa asing.
Menanggapi itu, Kemendiktisaintek meminta pelajar Indonesia yang berkuliah di Amerika Serikat tidak cemas atas kebijakan terbaru Trump tersebut. Kementerian juga mengimbau agar mahasiswa yang sudah berada di Abang Sam tidak keluar dari negara tersebut hingga muncul keputusan yang lebih pasti. "Kami minta bagi mahasiswa yang sudah berada di AS untuk tidak keluar dari AS agar tidak ada kendala saat masuk kembali,” kata Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Brian Yuliarto melalui keterangan tertulis di laman resmi, Rabu, 28 Mei 2025.
Brian menuturkan saat ini pihaknya tengah mengupayakan agar hak pendidikan mahasiswa Indonesia tetap terjamin di tengah dinamika kebijakan internasional yang sedang berlangsung. Untuk itu, Brian menyebut timnya terus melakukan pemantauan serta berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan, khususnya dengan pihak universitas dan lembaga pemberi beasiswa. "Ini untuk memastikan agar mahasiswa bisa melanjutkan studinya," kata Brian.
Dede Leni berkontribusi dalam penulisan artikel ini.