KPAI: Pendidikan di Barak Militer Ala Dedi Mulyadi Berpotensi Langgar Prinsip Perlindungan Anak

8 hours ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau KPAI menilai Program Pendidikan Karakter Panca Waluya Jawa Barat Istimewa yang dilaksanakan di barak militer berpotensi melanggar prinsip dasar perlindungan anak. Program itu dikenal luas sebagai bentuk “pendidikan barak militer bagi anak nakal”, dan dikembangkan atas inisiatif Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.

Ketua KPAI Ai Maryati Solihah mengatakan program yang telah berjalan sejak 2 Mei 2025 ini harus dijalankan dengan menjunjung prinsip non-diskriminasi, kepentingan terbaik anak, hak hidup dan tumbuh kembang, serta penghargaan terhadap pendapat anak. Ia mengkritik adanya stigma terhadap peserta program yang dilabeli sebagai "anak nakal" atau "anak bermasalah".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Salah satu bentuk pelanggaran tercermin dari praktik diskriminatif dan tidak dilibatkannya anak dalam proses. Ini berdampak pada tumbuh kembang mereka, serta berpotensi mengabaikan hak-hak anak lainnya,” kata Ai Maryati dalam konferensi pers secara daring, Jumat, 16 Mei 2025.

Program Panca Waluya itu diketahui merupakan bagian dari implementasi Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan diatur melalui Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor 43/PK.03.04/Kesra. Di dalamnya, anak-anak dengan perilaku khusus seperti terlibat tawuran, merokok, balapan motor, dan perilaku tidak terpuji lainnya, dibina secara khusus melalui kerja sama antara pemda, TNI, dan Polri.

KPAI melakukan kunjungan langsung ke lokasi pelaksanaan program di Barak Militer Resimen 1 Sthira Yudha Purwakarta dan Depo Pendidikan Bela Negara Rindam III Siliwangi, Cikole, Kabupaten Bandung Barat. Tujuan kunjungan ini untuk memperoleh informasi lapangan secara akurat serta memastikan adanya mitigasi risiko pelanggaran hak anak.

Dalam pengawasan itu, KPAI berdialog dengan berbagai pihak, termasuk penyelenggara, Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, DP3AKB, MKKS, MGBK, serta para peserta didik. KPAI juga menyebar instrumen pengawasan kepada 90 peserta, melakukan wawancara tertutup dengan anak-anak, dan mengamati langsung proses pelatihan dan aktivitas harian.

Ai Maryati menilai pendekatan pendidikan bergaya militer semacam ini hanya memberikan dampak sementara jika tidak didukung oleh ekosistem perlindungan anak yang memadai. “Peran keluarga, sekolah, dan lingkungan sosial sangat penting agar pendidikan karakter dapat tumbuh secara berkelanjutan dan tidak bersifat koersif,” ujarnya.

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |