Kaprodi ILPOL UMJ Wakili Asia Tenggara pada Konferensi Keamanan Cyber di Belanda

2 hours ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Program Studi Ilmu Politik (Kaprodi ILPOL) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta (FISIP UMJ), Miftahul Ulum, S.I.P., MPS., M.Sc. Ph.D mewakili akademisi Indonesia dan Asia Tenggara dalam Konferensi Keamanan Cyber Internasional bertajuk “Ketertiban, Kekacauan, dan Penataan Ulang? Geopolitik dan Transformasi Ruang Cyber”.

Acara tersebut berlangsung di Het Spaansche Hof, Den Haag, Belanda, pada 3-6 November 2025. Konferensi bergengsi ini merupakan bagian dari The Hague Program on International Cyber Security, sebuah program riset yang terintegrasi dalam Faculty of Governance and Global Affairs, Leiden University, dan didukung oleh Kementerian Luar Negeri Belanda.

Acara ini mempertemukan sekitar 150 peserta dari lebih dari 40 negara, yang terdiri atas pakar, diplomat, dan pembuat kebijakan internasional. Dari jumlah tersebut, hanya 24 pembicara terpilih yang diundang untuk mempresentasikan hasil penelitian mereka.

Dalam kesempatan tersebut, Ulum mempresentasikan bagaimana Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) mengelola ketegangan antara ambisi normatif, kedaulatan nasional, dan tekanan geopolitik melalui pendekatan kooperatif yang pragmatis dan pluralistik serta mengapa model ini relevan secara global dalam konteks tatanan cyber (siber) yang semakin multipolar.

Ia juga menjelaskan, penelitian yang ia presentasikan merupakan hasil dari risetnya bersama tim dalam kapasitas sebagai Regional Experts ASEAN-IPR (Institute for Peace and Reconciliation).

“Fokus utama saya adalah bagaimana pengalaman kawasan ASEAN dalam tata kelola keamanan siber dapat dipahami bukan sebagai kegagalan akibat fragmentasi, tetapi sebagai proses adaptif dalam pengaturan ulang (re-ordering) tata ruang siber global,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menuturkan wilayah ASEAN sedang mengalami pertumbuhan ekonomi digital yang pesat, dengan proyeksi nilai ekonomi digital mencapai 2 triliun dolar AS pada 2030.

Namun, di saat yang sama, ia menilai kawasan ini menghadapi kerentanan siber, kesenjangan kapasitas, dan fragmentasi regulasi yang tinggi antar negara.

Model integrasi seperti Uni Eropa sulit diterapkan secara universal, sementara model yang berfokus pada kedaulatan negara seperti Tiongkok, menimbulkan kekhawatiran tentang keterbukaan dan interoperabilitas.

‘’Karena itu, penting untuk melihat bagaimana kawasan seperti ASEAN yang beragam dan asimetris, mampu membangun model tata kelola yang realistis, inklusif, dan relevan bagi banyak negara di dunia,” ungkapnya.

Melalui konferensi ini, Ulum berharap keikutsertaannya dapat memperluas jejaring akademik dan kebijakan internasional, sekaligus memperkuat posisi riset Indonesia dalam isu-isu strategis global seperti keamanan siber, tata kelola digital, dan ketahanan teknologi.

“Saya ingin menunjukkan, akademisi Indonesia dapat tampil percaya diri di panggung internasional, tidak hanya sebagai pengamat, tetapi sebagai kontributor ide dan solusi nyata bagi tatanan global yang sedang berubah,” tutupnya.

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |