Ini yang Digali KPK dari Pemeriksaan Eks Sekjen Kemenag di Kasus Kuota Haji

2 hours ago 3

Mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Agama (Kemenag) Prof Nizar Ali.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntaskan pemeriksaan terhadap eks Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Agama (Kemenag) Nizar Ali. Nizar dicecar penyidik KPK dalam kapasitas saksi perkara dugaan korupsi kuota haji 2024.

Lewat pemeriksaan itu, KPK menggali pengetahuan Nizar Ali mengenai pembagian kuota haji tambahan. Sebab kasus ini jadi masuk ranah hukum karena dugaan penyalahgunaan pembagian kuota haji tambahan untuk haji reguler dan khusus. 

"Secara umum saksi-saksi dari Kemenag didalami proses pengambilan keputusan atau kebijakan terkait pembagian kuota tambahan menjadi kuota reguler dan khusus," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya pada Ahad (14/9/2025).

Walau demikian, KPK ogah mengungkap lebih rinci menyangkut pemeriksaan terhadap Nizar Ali. 

Di sisi lain, Nizar Ali mengaku ditanya tim penyidik KPK mengenai mekanisme keluarnya Surat Keputusan (SK) di Kemenag. Tapi Nizar ogah menyebutkan SK mana yang dicecar KPK. 

Tercatat, KPK memang mempersoalkan terbitnya SK Menag era Gus Yaqut mengenai pembagian kuota haji tambahan dari pemerintah Saudi pada 2024.

"Nanya soal mekanisme keluarnya SK itu, kita jawab semua," kata Nizar Ali di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (12/9/2025).

Sebelumnya, KPK mengungkap dugaan asosiasi yang mewakili perusahaan travel melobi Kemenag supaya memperoleh kuota yang lebih banyak bagi haji khusus. KPK mengendus lebih dari 100 travel haji dan umrah diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi kuota haji ini. Tapi, KPK belum merinci ratusan agen travel itu.

KPK menyebut setiap travel memperoleh jumlah kuota haji khusus berbeda-beda. Hal itu didasarkan seberapa besar atau kecil travel itu. Dari kalkulasi awal, KPK mengklaim kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp 1 triliun lebih. 

KPK sudah menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan meski tersangkanya belum diungkap. Penetapan tersangka merujuk pada Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |