Ini Ciri-Ciri 'Lemah' Pelaku Bullying Menurut Psikolog

3 hours ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus perundungan dinilai masih menjadi masalah serius di lingkungan kampus. Menurut psikolog dari Universitas Indonesia, Prof Rose Mini Agoes Salim, perundung umumnya tidak memiliki empati, lemah dalam mengontrol diri, dan tidak berkembang secara moral.

"Orang yang mem-bully biasanya empatinya kurang, kontrol dirinya lemah, dan nuraninya tidak berkembang. Nilai-nilai moral seperti kebaikan dan keadilan juga tidak tumbuh," kata Prof Rose saat dihubungi Republika.co.id, Senin (20/10/2025).

Rose mengatakan, perilaku merundung juga tidak berkaitan dengan latar belakang pendidikan. Menurutnya, lulusan dari fakultas mana pun bisa saja menjadi pelaku bullying jika nilai-nilai moral tidak ditanamkan sejak awal.

"Bukan berarti karena seseorang dari Fakultas Kedokteran, misalnya, maka otomatis dia tidak akan mem-bully karena moral itu kembali pada bagaimana individu itu dibentuk sejak kecil dan dipengaruhi lingkungan," kata dia.

Baru-baru ini mencuat kasus mahasiswa Universitas Udayana, Timothy Anugerah, diduga mengalami perundungan berulang sebelum akhirnya mengakhiri hidup dengan melompat dari lantai dua gedung kampus. Mirisnya, setelah Timothy meninggal dunia, muncul tangkapan layar berisi komentar bernada ejekan terhadap korban di grup WhatsApp angkatan. Beberapa komentar bahkan berasal dari mahasiswa Fakultas Kedokteran.

Prof Rose menekankan bahwa perundungan tidak selalu bersifat fisik. Perundungan verbal justru sering tak terlihat, tetapi dampaknya bisa sangat besar.

"Kalau dipukul, lukanya kelihatan. Tapi kalau secara verbal, orang luar sering tidak tahu. Luka itu disimpan, bisa menumpuk, dan efeknya berbahaya," kata dia.

Menurut Prof Rose, reaksi setiap orang terhadap perundungan atau persekusi berbeda-beda. Ada yang bisa bertahan, ada yang tidak. Oleh sebab itu, lingkungan kampus perlu membangun suasana yang aman dan saling menghargai.

Rose menambahkan, kampus perlu aktif menanamkan nilai-nilai seperti empati, toleransi, dan rasa hormat dalam kegiatan sehari-hari, tidak hanya dalam materi kuliah. "Ini bukan cuma tanggung jawab dosen, tapi semua pihak di kampus termasuk admin misalnya. Cara kita bersikap sehari-hari juga jadi contoh," kata dia.

la juga menyoroti pentingnya toleransi terhadap perbedaan karakter dan latar belakang mahasiswa. Orang yang tampil beda, cara bicara berbeda, atau berasal dari budaya lain seharusnya tidak dijadikan bahan olokan.

"Setiap mahasiswa datang dari berbagai latar belakang. Kampus harus bisa jadi tempat yang adil dan menghargai perbedaan," kata Prof Rose.

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |