Dua Sistem Digital Ini Ubah Cara Pemerintah Kelola Hutan

3 hours ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni menyatakan pemerintah menerapkan tata kelola kehutanan yang lebih transparan, modern, dan berbasis data. Langkah ini dilakukan melalui penguatan One Map Policy (Kebijakan Satu Peta) dengan meluncurkan dua instrumen digital utama, yaitu Sistem Informasi Geospasial Kehutanan (SIGAP) dan Decision Support System (DSS) Kehutanan “Jaga Rimba”.

Kedua sistem tersebut menjadi fondasi penting untuk memastikan seluruh kebijakan kehutanan berangkat dari data yang sama, valid, dan dapat dipertanggungjawabkan. “SIGAP dan DSS bukan sekadar sistem digital, melainkan simbol perubahan paradigma dari tata kelola sektoral menjadi tata kelola berbasis satu data kehutanan nasional,” ujar Raja Juli dalam keterangannya di Jakarta, Senin (20/10/2025).

SIGAP dikembangkan oleh Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan (IPSDH) di bawah Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan. Sistem ini menjadi tulang punggung Informasi Geospasial Tematik (IGT) di bidang kehutanan melalui integrasi data dari berbagai unit kerja lewat Geoportal Kehutanan yang terhubung dengan Jaringan Infrastruktur Geospasial Nasional (JIGN) dan portal Kebijakan Satu Peta (KSP).

SIGAP memiliki sejumlah fitur utama, seperti peta interaktif dan cetak digital yang memungkinkan pengguna menelusuri lapisan data kehutanan secara langsung, analisis spasial otomatis untuk mendeteksi tumpang tindih kawasan, perubahan tutupan lahan, hingga konflik tenurial.

Selain itu, integrasi Application Programming Interface (API) antar sistem memastikan keseragaman data di seluruh kementerian. Alur tata kelola data SIGAP berjalan sistematis dan terstandar, yaitu produsen data mengunggah dan memperbarui data secara berkala, sementara UPT Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) di daerah menyebarluaskan data sesuai wilayah kerja masing-masing.

Walidata Geospasial melakukan quality assurance sebelum data dipublikasikan secara resmi kepada publik. Seluruh tahapan dijalankan secara digital melalui Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) untuk menjamin keamanan dan akuntabilitas informasi.

Sepanjang 2024–2025, SIGAP berhasil memperluas cakupan data spasial nasional dan menjadi rujukan utama dalam perencanaan kebijakan kehutanan. Atas inovasi tersebut, SIGAP meraih penghargaan Bhumandala Kanaka (Emas) serta Juara One Map Policy Competition 2024 dari Badan Informasi Geospasial (BIG).

“Kami memastikan seluruh kebijakan dan perizinan kehutanan kini berlandaskan data tunggal yang tervalidasi,” jelas Direktur IPSDH, Agus Budi Santosa.

Melengkapi SIGAP, pada 2025 Kemenhut meluncurkan DSS “Jaga Rimba”, sistem pendukung keputusan berbasis data yang mengintegrasikan informasi spasial dan nonspasial dari berbagai sumber. DSS berfungsi sebagai meja kerja digital terpadu untuk perencanaan, pengawasan, hingga pemberian izin secara transparan dan cepat berdasarkan data valid.

Sistem ini dilengkapi Early Warning System (EWS) berbasis kecerdasan buatan (AI) dan data satelit (MODIS, VIIRS, Sentinel, Landsat, NICFI) untuk mendeteksi dini potensi deforestasi dan memantau perubahan tutupan hutan secara berkala.

Dengan konektivitas ke sistem lain seperti SIMONTANA dan SIPONGI, DSS memperkuat integrasi lintas unit kerja serta mempercepat respons terhadap ancaman lingkungan. “Kita tidak lagi bekerja berdasarkan asumsi. DSS menghadirkan bukti visual dan data nyata di hadapan pengambil keputusan,” ujar Direktur Jenderal Planologi Kehutanan, Ade Triaji Kusumah.

Kehadiran SIGAP dan DSS merupakan wujud pelaksanaan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 58 Tahun 2025 tentang Gugus Tugas Percepatan Digitalisasi Layanan dan Konsolidasi Peta Kehutanan. Dengan sistem digital yang terintegrasi, kebijakan kehutanan kini mampu menghadirkan transparansi publik, memperkecil potensi tumpang tindih perizinan, serta memperkuat kepastian status kawasan hutan.

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |