Pelajar Sekolah Dasar menyaksikan lomba gasing pada festival permainan anak tradisional di Banda Aceh, Aceh, Sabtu (17/9/2022). Festival permainan anak tradisional yang memperlombakan permainan Tarek situek (tarik pelepah pinang), Geunteut (Engrang), Teurumpah manyang (Terompah panjang), Ingke (Engklek), Galah (Hadang), Tarek taloe (Tarik tambang), Lari Balok, dan Gasing yang diikuti ratusan pelajar itu sebagai upaya melestarikan permainan tradisional dan mengurangi ketergantungan anak-anak terhadap gadget.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Anak-anak di Amerika Serikat kini memiliki ponsel pintar di usia yang jauh lebih muda daripada yang direkomendasikan para ahli. Hasil survei terbaru Pew Research Center menunjukkan, mayoritas orang tua dengan anak berusia 11 hingga 12 tahun mengatakan anak mereka sudah memiliki smartphone.
Padahal, banyak pakar termasuk peneliti utama survei tersebut menyarankan agar anak tidak menggunakan media sosial sebelum berusia 16 tahun. Karena dampak negatifnya terhadap kesehatan mental dan perkembangan sosial.
“Temuan ini memperlihatkan betapa cepat dan luasnya penggunaan teknologi di kalangan anak-anak, bahkan di usia yang sangat muda,” ujar Colleen McClain, peneliti senior Pew Research Center dan penulis utama studi tersebut, dikutip dari CNN, Senin (20/10/2025). “Usia pertama kali anak mulai terpapar layar adalah hal yang sangat mencolok.”
Survei yang dilakukan pada Mei 2024 terhadap lebih dari 3.000 orang tua anak usia 12 tahun ke bawah itu menemukan, alasan paling umum memberi anak ponsel adalah agar orang tua bisa mudah menghubungi mereka.
Namun, ponsel pintar bukan satu-satunya sumber paparan layar. Sebanyak 85 persen orang tua melaporkan anak mereka menonton YouTube, termasuk anak-anak di bawah usia dua tahun meningkat signifikan dibanding 2020.
Meski 86 persen orang tua mengaku berusaha mengatur waktu layar anak setiap hari, hampir setengahnya (47 persen) merasa belum cukup tegas dalam membatasi durasi tersebut. Bahkan hanya 19 persen yang selalu menegakkan aturan yang telah mereka buat.
Kekhawatiran terhadap media sosial juga tinggi. Yaitu 80 persen orang tua menilai dampak buruk media sosial lebih besar daripada manfaatnya bagi anak.
McClain menilai, temuan ini seharusnya menjadi momentum bagi orang tua untuk meninjau ulang cara mereka memperkenalkan teknologi pada anak.