Aliansi Peduli Perempuan dan Anak NTT Berharap Eks Kapolres Ngada Dihukum Kebiri

4 hours ago 1

TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Peduli Perempuan dan Anak (APPA) Nusa Tenggara Timur (NTT) berharap eks Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Ngada, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, mendapatkan hukuman kebiri kimia karena diduga mencabuli anak di bawah umur.

Asti Laka Lena, Ketua Tim Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) NTT, ingin pihak berwenang menjatuhkan hukuman seberat-beratnya kepada AKBP Fajar. “Seberat-beratnya dan juga kebiri kimia, karena dia sudah mengerikan sekali,” kata dia kepada wartawan seusai rapat dengar pendapat dengan Komisi XIII DPR RI di gedung parlemen, Jakarta, Selasa, 20 Mei 2025.
 
Istri dari Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena itu juga berharap polisi menelusuri masa bertugas Fajar saat menjadi Kapolres Sumba Timur, sebelum mengepalai Polres Ngada. “Tiga (korban) ini kan di Ngada, beliau sebelumnya kan di Sumba Timur. Kami berharap itu di-tracking juga ketika beliau bertugas di sana, apakah ada kasus,” ujar Asti.
 
Tuntutan APPA agar Fajar dikebiri kimia juga disampaikan saat mereka rapat dengan Komisi III di hari yang sama. Mewakili APPA, Asti mendesak agar proses hukum kasus ini dijalankan secara “transparan”, “akuntabel”, dan “tidak tunduk pada kekuasaan struktural pelaku”.
 
“Menjerat dan menghukum pelaku seberat-beratnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan pidana penjara maksimal dan hukuman kebiri kimia; serta melindungi korban, keluarga korban, dan saksi,” katanya, membacakan tuntutan APPA.
 
Aliansi tersebut meminta Komisi III dan Komisi XIII untuk mengawal jalannya proses hukum kasus tersebut. Kasus ini telah mandek selama kurang lebih dua bulan di tahap pengerjaan berkas perkara.
 
Asti menyorot penanganan kasus yang saat ini masih belum sampai ke tahap pelimpahan berkas kepada kejaksaan atau P21. “Sampai saat ini berkas perkaranya masih bolak-balik di Kepolisian Daerah NTT dan Kejaksaan Tinggi NTT sejak awal Maret 2025, jadi sudah lebih dari dua bulan,” ujarnya.
 
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, juga menyampaikan keresahannya karena kasus ini tak kunjung selesai, padahal sudah dua bulan berselang. “Seharusnya enggak sulit, ini perkara yang bisa dengan cepat diproses sampai ke persidangan dan dihukum hukuman yang paling berat terhadap pelaku ini,” katanya.
 
Ia juga berjanji Komisi III akan mengawal kasus tersebut. Komisi III berencana memanggil Kapolda dan Kajati NTT, juga Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri), untuk rapat di gedung DPR pada Kamis, 22 Mei mendatang. “Kami akan kawal terus,” ujarnya.
 
Habiburokhman juga berjanji Komisi III akan mengirim tim tenaga ahli untuk memantau sidang secara langsung saat kasus ini mencapai meja hijau.
 
Adapun polisi telah menetapkan AKBP Fajar sebagai tersangka pencabulan anak di bawah umur. Komisi Kode Etik Polri juga telah menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) kepadanya.
 
Fajar disebut terbukti bersalah karena melecehkan, merekam, dan mencabuli anak di bawah umur saat menjabat sebagai Kapolres Ngada. Ia juga terbukti mengonsumsi narkotika.
 
Kasus eks Kapolres Ngada itu terbongkar setelah Kepolisian Australia melapor ke Divisi Hubungan Internasional Polri ihwal adanya video pencabulan anak yang diunggah ke situs pornografi. Setelah ditelusuri, ditemukan bahwa video tersebut diunggah dari Kota Kupang.
 
Kepolisian Daerah NTT kemudian menyelidiki kasus tersebut, hingga ditemukan keterlibatan seorang perempuan berinisial “F” yang diduga berperan sebagai penyedia anak di bawah umur untuk AKBP Fajar. “Kami mendalami dugaan bahwa wanita berinisial 'F' menerima imbalan sebesar Rp 3 juta dari AKBP Fajar untuk menyediakan anak di bawah umur,” ujar Kapolda NTT Irjen Daniel Tahi Monang Silitonga pada Jumat, 14 Maret 2025.
 
Polisi juga telah mengumpulkan beberapa bukti dalam kasus ini. Beberapa di antaranya adalah hasil visum pelecehan seksual terhadap korban, compact disc (CD) berisi delapan rekaman video kekerasan seksual yang dibuat oleh eks Kapolres Ngada itu, serta bukti pemesanan kamar hotel pada 11 Juni 2024.
 
Polda NTT pertama kali melimpahkan berkas perkara kepada Kejati NTT pada 23 Maret 2025. Beberapa hari kemudian, Kejati mengembalikan berkas kepada Polda karena masih ada persyaratan yang belum lengkap. Sebulan berselang, bolak-balik berkas kembali terjadi antara Polda dan Kejati. Saat ini, berkas perkara masih dikerjakan oleh penyidik kepolisian. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |