Akademisi Unand: Tanpa Restrukturisasi, Peringatan Faisal Basri Bisa Terbukti

3 hours ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Akademisi Universitas Andalas, Prof Syafruddin Karimi, menilai peluang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh menutup utangnya masih sangat bergantung pada dua faktor utama, yakni arus kas operasional dan restrukturisasi utang. Ia mengingatkan, tanpa langkah restrukturisasi yang serius, peringatan almarhum Faisal Basri bisa menjadi kenyataan.

“Dengan beban sekitar Rp116 triliun dan bunga tahunan setara 120 juta dolar AS, pendapatan tiket dari 16–21 ribu penumpang per hari jelas belum cukup tanpa lompatan okupansi, monetisasi non-tarif, dan reprofiling pinjaman,” ujar Syafruddin kepada Republika, Ahad (19/10/2025).

Menurutnya, ruang gerak PT Kereta Api Indonesia (KAI) kini terbatas karena pemerintah telah menegaskan APBN tidak dapat digunakan untuk menyelamatkan utang proyek tersebut. Sementara koordinasi KAI dan Danantara masih dalam tahap penjajakan.

"Berharap pelunasan murni dari tiket terasa berat; ruang geraknya ada pada kreativitas pendapatan termasuk wisata, plus restrukturisasi yang menurunkan beban bunga dan merenggangkan jadwal bayar,” katanya.

Syafruddin menilai pendekatan wisata dapat menjadi jalan keluar, namun harus dibarengi pembenahan menyeluruh. Integrasi perjalanan dari Halim dan Padalarang menuju destinasi wisata Bandung, penataan tarif dinamis, serta promosi lintas daerah dan negara menjadi hal penting. “Jual pengalaman naik kereta cepat pertama di Asia Tenggara sebagai bucket list wisata,” ujarnya.

Ia menambahkan, jika setelah strategi wisata, tarif cerdas, dan promosi lintas daerah pendapatan tetap belum menutup biaya, maka kritik Faisal Basri terbukti. “Model bisnis awal memang terlalu optimistis untuk lintasan pendek tanpa jaringan feeder kuat,” ujar Syafruddin.

Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani menyebut pemerintah tengah mengkaji berbagai opsi penyelesaian utang KCJB agar hasilnya komprehensif. Ia memastikan evaluasi dilakukan bersama Pemerintah Cina melalui NDRC karena proyek tersebut merupakan bagian dari kerja sama strategis kedua negara.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa juga menegaskan pemerintah tidak memiliki kewajiban membayar utang Whoosh maupun KAI. Ia menyebut pembayaran dilakukan lewat mekanisme Danantara, bukan APBN, untuk menjaga efisiensi fiskal.

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |