Mengapa Indonesia Beli Jet Tempur, Kapal Perang Siluman, dan Rudal Turki? Ini Analisisnya

2 hours ago 1

loading...

Jet tempur KAAN, salah satu dari beberapa peralatan tempur Turki yang dibeli Indonesia. Foto/Turkish Aerospace

JAKARTA - Langkah negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, membeli jet tempur hingga sistem rudal dari Turki telah menjadi berita utama media-media internasional. Yang digarisbawahi adalah Turki sebagai pemasok baru di lanskap pertahanan Asia Tenggara akhir-akhir ini.

Pengumuman kontrak senjata Turki, pengiriman, dan pengerahannya oleh Indonesia, Malaysia, dan Filipina telah menyoroti sumber senjata non-tradisional ini bagi negara-negara Asia Tenggara, yang sebelumnya cenderung bergantung pada sistem buatan Barat.

Para analis mengatakan konvergensi berbagai faktor membuat senjata Turki menarik.

Ini termasuk keterjangkauan, platform siap tempur yang disertai manfaat tambahan transfer teknologi, skema produksi bersama, dan lebih sedikit ikatan politik karena Ankara mencari lebih banyak pasar.

Baca Juga: Indonesia Hobi Beli Beragam Jet Tempur Bak Gado-gado, Strategi Pertahanannya Dianggap Tak Jelas

Namun, para pakar juga memperingatkan potensi tantangan seperti pemeliharaan dan interoperabilitas dengan senjata lain.

Khairul Fahmi, seorang analis militer di Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) yang berbasis di Jakarta, mengatakan kepada Channel News Asia (CNA) bahwa negara-negara Asia Tenggara harus memandang produk Turki sebagai bagian dari portofolio pertahanan mereka, dan bukan sebagai pengganti tunggal bagi pemasok lain.

“Ukuran keberhasilan kerja sama ini bukan hanya berapa banyak platform yang dibeli, tetapi bagaimana kesiapan tempur, ketersediaan sistem, dan kemampuan jangka panjang untuk mengoperasikan dan memeliharanya dapat dipertahankan,” ujarnya.

Senada dengan itu, Jamil Ghani, kandidat doktor di S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS) Singapura, mengatakan kepada CNA bahwa kemitraan baru dengan Turki ini tidak akan menggantikan pemasok tradisional dalam semalam.

“Namun, kemitraan ini menambah kompleksitas baru pada lanskap pertahanan kawasan—baik dari segi kapabilitas maupun lindung nilai strategis,” kata Jamil, yang bidang penelitiannya meliputi kebijakan pertahanan luar negeri dan nasional Malaysia.

Ekspansi Global Senjata Turki

Turki dengan cepat memperluas pengaruhnya dalam industri persenjataan, dengan permintaan untuk sistem pertahanannya—terutama drone dan kapal Angkatan Laut—datang dari importir utama seperti Arab Saudi, Qatar, Oman, dan Uni Emirat Arab.

Pangsa ekspor senjata Turki di dunia telah meningkat dari 0,8 persen antara tahun 2015 hingga 2019 menjadi 1,7 persen antara tahun 2020 hingga 2024, menurut Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI)—sebuah lembaga internasional independen yang didedikasikan, antara lain, untuk penelitian konflik.

Lima eksportir senjata terbesar antara tahun 2020 hingga 2024 adalah Amerika Serikat, Prancis, Rusia, China, dan Jerman. Kelima negara tersebut menyumbang 72 persen dari seluruh ekspor senjata global.

Industri senjata Turki telah mengalami pertumbuhan yang pesat dalam dekade terakhir, dengan ekspor yang meroket dari USD1,6 miliar pada tahun 2013 menjadi USD7,2 miliar yang memecahkan rekor tahun lalu, seiring dengan upaya Turki untuk menjadi pemain pertahanan global utama dan mitra penting bagi negara-negara yang ingin mendiversifikasi pengadaan militer mereka.

Belakangan ini, negara-negara Asia Tenggara juga menjadi bagian dari perbincangan tersebut.

Pada bulan Februari, Indonesia menandatangani kesepakatan untuk pengadaan 60 unit drone Bayraktar TB3 dan sembilan drone Akinci dari Baykar milik Turki, yang mencakup pembentukan usaha patungan dengan perusahaan Indonesia Republikorp untuk membangun pabrik drone di negara kepulauan ini.

Lima bulan kemudian, Indonesia pada bulan Juli menandatangani kontrak untuk dua fregat siluman kelas Istif dari grup galangan kapal Turki; TAIS Shipyards.

Pada bulan yang sama, Indonesia menandatangani "kontrak implementasi" untuk membeli 48 unit jet tempur KAAN dari Turki. Meskipun detail keuangannya belum diumumkan, dilaporkan bahwa kontrak tersebut bernilai USD10 miliar, salah satu kontrak pertahanan terbesar yang pernah diraih Indonesia.

“Indonesia tidak hanya akan mengamankan peralatan militer berteknologi tinggi, tetapi juga mendapatkan peluang signifikan dalam mengembangkan kapasitas industri pertahanan dalam negerinya,” menurut Kementerian Pertahanan Indonesia.

KAAN adalah pesawat tempur nasional pertama Turki, dan telah menyelesaikan penerbangan perdananya pada Februari 2024, tetapi produksi massal diperkirakan baru akan dimulai pada tahun 2028.

Kementerian Pertahanan Turki menyebut jet tersebut sebagai pesawat generasi kelima dan mengatakan akan ditenagai oleh dua mesin General Electric F-110, yang juga digunakan pada jet Lockheed Martin F-16 generasi keempat.

Rencana Indonesia untuk pesawat KAAN ini merupakan tambahan dari pesanan 42 unit jet tempur Rafale buatan Prancis senilai USD8,1 miliar, 24 unit jet tempur dari Boeing, dan 24 unit helikopter angkut dari Lockheed Martin di AS, keduanya dengan nilai yang tidak diungkapkan.

Kemudian pada bulan Agustus, blog-blog pertahanan ramai memberitakan tentang pengerahan sistem rudal balistik KHAN—platform dengan jangkauan 280 km yang dikembangkan oleh produsen senjata Turki, Roketsan—di Tenggarong, Kalimantan Timur, provinsi yang akan menjadi lokasi ibu kota masa depan; Nusantara.

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |