Menakar Arah Gereja Katolik di Bawah Kepemimpinan Paus Leo XIV

5 hours ago 1

TEMPO.CO, Jakarta - Selama dua hari penuh, Dewan Kardinal berkumpul di Kapel Sistina, Vatikan, untuk memilih paus baru. Kepulan asap putih terlihat keluar dari cerobong Kapel Sistina pada Kamis, 8 Mei 2025 waktu setempat, mengisyaratkan mayoritas dari 133 kardinal peserta konklaf memilih nama yang sama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kardinal Robert Francis Prevost dari Chicago, Illinois, akhirnya terpilih sebagai pemimpin tertinggi umat Katolik melalui konklaf yang berlangsung selama 25 jam. Dengan nama kepausan Leo XIV, Prevost mengambil alih Takhta Suci dan menggantikan mendiang Paus Fransiskus untuk memimpin 1,4 miliar umat Katolik.

Pengumuman terpilihnya Paus Leo XIV disampaikan secara resmi oleh Kardinal Protodiakon Dominique Mamberti di balkon tengah Basilika Santo Petrus. Ia menyampaikan pengumuman yang ditunggu dunia: “Annuntio vobis gaudium magnum: Habemus Papam!” (“Aku memberitahukan kepada kalian kabar sukacita besar: Kita telah memiliki Paus!”)

Terpilihnya Kardinal Prevost menandakan kali pertama Gereja Katolik memiliki paus asal Amerika Serikat. Kardinal berusia 69 tahun itu merupakan paus ke-267 sekaligus paus pertama dari Ordo Santo Agustinus atau OSA. Prevost pernah menjabat sebagai Prior Jenderal OSA selama dua periode, yakni dari tahun 2001 hingga 2013.

Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Monsiyur Antonius Subianto Bunjamin menilai arah Gereja Katolik di bawah kepemimpinan Paus Leo XIV akan sejalan dengan mendiang Paus Fransiskus. Anton mengatakan bahwa paus baru yang bernama lahir Robert Francis Prevost itu merupakan sosok yang berada tepat di tengah-tengah.

“Saya kira beliau yang disebut dengan konservatif-progresif,” ucap Anton di Gedung KWI, kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 10 Mei 2025. 

Ia berujar, masyarakat kebanyakan membedakan nilai-nilai yang dianut para tokoh gereja menjadi dua sisi ekstrem. Yakni satu pandangan yang sesuai tradisi, dan satu lagi yang melampaui tradisi. Anton berpendapat bahwa Gereja Katolik nantinya akan meneruskan sikap Paus Fransiskus.

“Kalau kita memahami Paus Fransiskus, sebetulnya beliau berada di jalur tengah dan mau mendamaikan,” ujar Uskup Keuskupan Bandung itu. 

Menurut dia, Paus Fransiskus telah menekankan untuk tidak mengesampingkan aturan dan hukum. “Namun juga tidak menjadikan aturan dan hukum sebagai palu yang menghukum atau kayu yang memukul,” kata Anton. 

Ia pun meyakini Paus Leo XIV akan melanjutkan perjuangan Fransiskus. Anton bahkan menyebut Kardinal asal Amerika Serikat yang memilih nama kepausan Leo itu sebagai cerminan mendiang Paus Fransiskus. Kemiripan itu, tutur Anton, terlihat dari kesederhanaan dan dedikasi yang juga dimiliki Kardinal Prevost.

Dia pun menilai pemilihan nama kepausan Leo bermakna penting. Pasalnya, nama itu merujuk pada Paus Leo XIII, penulis ensiklik Rerum Novarum pada Mei 1891. Dokumen tersebut menandai awal dari doktrin sosial modern Gereja Katolik. 

Anton mengatakan semua ajaran sosial Gereja saat ini, termasuk ajaran mendiang Paus Fransiskus, berdasarkan ensiklik tersebut. “Maka saya menduga begini, dia ingin melanjutkan karya pastoral menghadirkan Paus Fransiskus dengan gebrakan Paus Leo XIII,” kata dia. 

Anton optimistis bahwa apa yang telah diperjuangan selama 12 tahun kepemimpinan Paus Fransiskus akan diteruskan oleh Paus Leo XIV. “Bahkan lebih diintensifkan dengan energi yang luar biasa karena Paus Leo jauh lebih muda dibandingkan Paus Fransiskus,” ujar Anton. 

Senada, Uskup Timika Bernardus Bofitwos Baru berpendapat Paus Leo XIV memiliki kemiripan dengan mendiang Paus Fransiskus. Dirinya optimistis Paus Leo akan melanjutkan sikap Paus Fransiskus yang mengecam kasus kekerasan seksual. Sejumlah pandangan Paus Fransiskus tentang migran dan kaum miskin juga akan dilanjutkan Paus Leo XIV.

Bernardus menilai, sikap mengecam kasus-kasus tersebut—seperti yang sudah ditunjukkan oleh mendiang Paus Fransiskus—akan berlanjut di masa kepemimpinan Paus Leo XIV. “Pasti Paus yang baru ini, Paus Leo XIV, akan melanjutkan. Sudah pasti itu,” ujar Bernardus saat dihubungi pada Jumat, 9 Mei 2025.

Bernardus menegaskan, saat masih menjadi pimpinan Ordo Santo Agustinus atau OSA sedunia, Paus Leo XIV sudah secara tegas memilah yang ‘benar’ dan ‘salah’. Menurut dia, Paus Leo XIV menekankan proses pemurnian diri berdasarkan kebenaran dan pertobatan (rekonsiliasi), termasuk kasus kekerasan seksual seperti pedofilia.

“Memperbaharui sistem gereja dengan persoalan pedofilia itu agar dipulihkan. Kemudian dibuat rekonsiliasi dan pengakuan,” ujar dia. 

Paus Leo, Bernardus menilai, memegang nilai-nilai gereja misioner. Ia meyakini bahwa di bawah kepemimpinan Paus Leo XIV, Gereja Katolik akan dititikberatkan pada prinsip-prinsip pelayanan, pengabdian, dan dialog.

Gereja, ia menjelaskan, harus memiliki semangat misioner dan memperjuangkan nilai-nilai keadilan, kebenaran, kemanusiaan, hingga ekologi. "Saya kira dia memang memegang nilai-nilai atau prinsip itu," ujar Bernardus.

Menurut dia, Paus Leo XIV mengedepankan dialog di semua level, baik di tingkat paroki, gereja, hingga negara. Ia percaya bahwa penekanan dialog antar level itu relevan untuk kondisi Indonesia. “Kalau Indonesia yang begitu beragam ini tidak mengedepankan dialog di semua level, itu susah, terlalu otoriter jadinya, terlalu menopoli yang lain,” tutur dia. “Mendengarkan dan dialog itu satu paket.”

Dialog ini, ia menjelaskan, perlu dilakukan untuk banyak hal. Salah satunya dialog kebijakan ekonomi antara negara maju dan negara berkembang. Lalu juga dialog mengenai ideologi. Saat dua pihak mengadakan dialog, ujar Bernardus, maka akan terlihat kebenaran dari dua sisi. “Jadi tidak mendominasi dan mengklaim kebenaran,” tutur dia. “Ini ada kebenaran juga di sana, kita juga punya kebenaran. Tidak bisa hitam-putih.”

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |