Gubes IPB Soroti Revisi PP Denda Sawit Ilegal yang Diteken Prabowo

2 hours ago 3

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2021 tentang sanksi administrasi pelanggaran kawasan hutan yang baru saja diteken Presiden Prabowo Subianto menuai sorotan dari kalangan akademisi. Guru Besar Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), Sudarsono Soedomo, menilai, langkah pemerintah melalui Satgas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) untuk menagih denda kepada pelaku usaha perkebunan sawit ilegal berpotensi menimbulkan masalah baru.

Menurut dia, persoalan utama bukan semata pada kebun sawit yang dituding ilegal, melainkan pada status kawasan hutan itu sendiri. Kalau tanah yang ditanami sawit benar-benar kawasan hutan yang dibentuk sesuai Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, kata Sudarsono, pemerintah memang berhak menindak.

"Tetapi faktanya, sebagian besar kawasan yang diklaim sebagai kawasan hutan baru sebatas penunjukan, belum melalui empat tahap sesuai pasal 15, yaitu penunjukan, penataan batas, pemetaan, dan penetapan," ucap Sudarsono dalam siaran pers di Jakarta, Selasa (16/9/2025).

Sebelumnya, Ketua Pelaksana Satgas PKH Febrie Adriansyah menjelaskan, pengusaha sawit dan tambang ilegal tetap harus membayar denda administratif, meski lahannya telah disita negara. Sejak beroperasi selama delapan bulan, Satgas PKH berhasil menyita 3,32 juta hektar lahan yang dikuasai secara ilegal.

Mekanisme denda administratif termaktub dalam Perubahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administratif di Bidang Kehutanan. Presiden Prabowo telah menandatangani revisi PP Nomor 24 Tahun 2021 pada 10 September 2025.

Berdasarkan aturan tersebut, Satgas PKH akan menghitung dan menagih denda kepada korporasi yang menggunakan kawasan hutan menjadi lahan sawit atau tambang ilegal. Menurut Sudarsono, banyak lahan yang diklaim sebagai kawasan hutan sebenarnya telah lebih dulu dimanfaatkan masyarakat, baik untuk kebun karet, kopi, cokelat, sawit, maupun pemukiman yang sudah ada bahkan sebelum Indonesia merdeka.

"Yang ilegal itu dalam banyak kasus adalah justru kawasan hutannya. Fakta ini yang diabaikan, bahkan menjadi rujukan," jelas Sudarsono. Menurut Sudarsono, revisi PP itu tidak serta merta memperbaiki iklim investasi.

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |