REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Transformasi ekonomi digital Indonesia melesat cepat, namun di balik lonjakan transaksi daring, ancaman serangan siber kian mengkhawatirkan. Perlindungan sistem dan data publik menjadi isu paling mendesak agar kepercayaan terhadap ekosistem digital tidak runtuh.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengingatkan bahwa percepatan digitalisasi ekonomi membawa risiko baru yang tak bisa diabaikan. “Kita harus tahu bahwa digital mengandung risiko. Semakin maju digital, semakin tinggi risiko serangan siber. Kita juga harus waspada terhadap phising, perlindungan konsumen, dan transaksi ilegal,” ujarnya saat membuka Festival Ekonomi dan Keuangan Digital (FEKDI) x Indonesia Fintech Summit & Expo (IFSE) 2025 di Jakarta Convention Center, Kamis (30/10/2025).
Perry menegaskan, keamanan siber kini menjadi pondasi utama bagi kepercayaan publik terhadap sistem keuangan digital. “Kita harus melindungi rakyat dengan keamanan siber dan perlindungan konsumen. Itulah sinergi yang harus terus dikembangkan,” katanya.
Bank Indonesia mencatat, volume transaksi pembayaran digital mencapai 12,99 miliar transaksi pada kuartal III 2025, naik 38,08 persen dibanding tahun sebelumnya. Transaksi QRIS tumbuh 147,65 persen (yoy), sementara BI-FAST memproses lebih dari 1,22 miliar transaksi bernilai Rp3.024 triliun.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai, kecepatan pertumbuhan ekonomi digital perlu diimbangi kesiapan sistem keamanan dan literasi masyarakat.
“Peluang besar ini harus diimbangi dengan kemampuan menghadapi tantangan baru, yaitu memastikan keamanan sistem pembayaran, meningkatkan literasi digital, dan memperkuat kepercayaan publik,” ujarnya secara virtual.
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyoroti dilema antara efisiensi dan keamanan digital. “Setiap kecepatan dan skala pasti ada trade off-nya, yaitu privacy security. Pilihannya hanya satu, yaitu memperkuat sistem pengamanan dan data security,” katanya.
AHY menambahkan, keamanan siber kini telah masuk kategori ancaman nirmiliter. “Serangan siber bisa dilakukan oleh negara, kelompok non-negara, bahkan individu yang mampu menembus dan mengganggu sistem ekonomi digital kita,” ujarnya.
Menurut AHY, memperkuat infrastruktur dan tata kelola data berarti memperkokoh tulang punggung transformasi ekonomi digital. “Kita harus waspada dan menyiapkan langkah mitigasi yang efektif,” tegasnya.

9 hours ago
4













































